Selasa, 28 April 2015

Fungsi dan Kualitas Tata Ruang

    

A.    Proritas alokasi pemanfaatan ruang

1. Penataan dan Perencanaan Ruang
Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 pasal 1 tentang penataan ruang disebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

Ruang laut sebagai wujud fisik dalam dimensi geografis, penataannya dapat dipandang sebagai suatu rangkaian proses perencanaan pengaturan tata ruang secara efektif dan efisien yang ditetapkan dan dikendalikan dengan fungsi utama untuk kawasan lindung dan kawasan budidaya. Untuk suatu daerah (provinsi dan kabupaten/kota), kewenangannya yang mencakup hingga 12 mil dari garis pantai, umumnya merupakan luasan dari wilayah pesisir. Dengan demikian, pengaturan ruang laut daerah dapat dicakup dalam suatu kesatuan penataan ruang pesisir.

Sedangkan tata ruang adalah WUJUD struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Penataan ruang dimaksudkan untuk membenahi penggunaan lahan yang sedang berjalan dengan tujuan meningkatkan efisiensi sehingga keluaran yang diharapkan adalah yang terbaik dalam dimensi kurun waktu dan ruang tertentu. Dengan demikian secara transparan dalam peta skala tertentu, sesuai menurut kepentingannya dapat dilihat zonasi lahan menurut peruntukkannya, antara lain kehutanan, pertambakan, pemukiman, sawah, kawasan industri, perkebunan, kawasan wisata dan kawasan fasilitas umum yang dapat diartikan sebagai penatagunaan sumber alam (Haerumen, 1996).

2. Keterkaitan Kawasan
Interaksi antar beberapa aktivitas pada kawasan pesisir dengan kawasan daratan akan tercipta dan memungkinkan terjadinya perkembangan yang optimal antar unit-unit kawasan maupun dengan kawasan sekitarnya. Untuk itu penyusunan pemanfaatan kawasan pesisir dibuat sedemikian rupa sehingga kegiatan-kegiatan antar kawasan dapat saling menunjang dan memiliki keterkaitan dengan kawasan yang berbatasan. Agar dapat menempatkan berbagai kegiatan pembangunan di lokasi sesuai secara ekologis, maka kelayakan biofisik (biophysical suitability) di wilayah pesisir harus diidentifikasi lebih dahulu.

Pendugaan kelayakan biofisik ini dilakukan dengan cara mendefinisikan persyaratan biofisik (biophysical requirements) setiap kegiatan pembangunan, kemudian dipetakan. Dengan cara ini dapatlah ditentukan kesesuaian penggunaan setiap unit (lokasi) kawasan pesisir (Sulasdi, 2001).

3. Alokasi pemanfaatan ruang
Ketidak sesuaian data pemanfaatan ruang menyebabkan terjadi tumpang tindih pemanfaatan ruang, ketidak sinergisan yang dapat mematikan kawasan lain. Analisis konfigurasi ruang belum dilakukan meliputi sejauh mana ruang-ruang tersebut berpotensi mematikan ruang lain dan berpotensi untuk tetap berkembang sebagaimana peruntukannya, serta ruang-ruang yang dapat dioptimalkan kembali sebagai zona lindung lokal. Tingkat kesesuaian dan alternatif pengelolaan dalam pemanfaatan ruang merupakan produk akhir dari penelitian ini karena melalui penilaian tersebut dapat menggambarkan kondisi kawasan andalan di suatu wilayah secara objektif apakah masih tetap dapat dipertahankan atau dihilangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah revisi nantinya.

Contoh : Misalnya suatu pemanfaatan ruang di wilayah x eksisting yg tidak sesuai dengan Peraturan daerah No... tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Kabupaten yang dialokasikan untuk pertanian lahan basah, kering dan tambak yang di dalamnya terdapat pelabuhan khusus dan stokpile batubara sebesar 156,09 hektar, tetapi perhitungan algoritma spasial secara umum di kawasan pembangunan perikanan tergolong sesuai dengan total skor 60,1-62,7.

B.     Fungsi-fungsi kawasan

1. Kawasan
Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.

2. Kawasan lindung
Undang-undang Republik Indonesia Nomer 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa “kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan”. Fungsi utama kawasan lindung adalah sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. (Nugraha, dkk 2006:62). Fungsi kawasan lindung ini selain melindungi kawasan setempat juga memberi perlindungan kawasan di bawahnya. (Departemen Kehutanan, 1997: 233). Berdasarkan fungsi tersebut maka penggunaan lahan yang diperbolehkan adalah pengolahan lahan dengan tanpa pengolahan tanah dan dilarang melakukan penebangan vegetasi hutan (Nugraha, dkk 2006: 69).

3. Kawasan bididaya
Kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

4. Kawasan perdesaan
Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

5. Kawasan perkotaan
Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

6. Kawasan tertentu
Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.

7. Kawasan peruntukan hutan produksi
kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

8. Kawasan peruntukan pertanian
kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pertanian yang meliputi kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian tanaman tahunan/perkebunan, perikanan, peternakan

9. Kawasan peruntukan pertambangan
kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pertambangan bagi wilayah yang sedang maupun yang akan segera dilakukan kegiatan pertambangan, meliputi golongan bahan galian A, B, dan C.

10. Kawasan peruntukan permukiman
kawasan yang diperuntukan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung bagi peri kehidupan dan penghidupan.

11. Kawasan peruntukan industri
kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

12. Kawasan peruntukan pariwisata
kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

13. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa
kawasan yang diperuntukan untuk kegiatan perdagangan dan jasa, termasuk pergudangan, yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan.

14. Kawasan siap bangun (KASIBA)
sebidang tanah yang fisiknya telah disiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih, yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan.

15. Lingkungan siap bangun (LISIBA)
sebidang tanah yang merupakan bagian dari kasiba ataupun berdiri sendiri yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kavling tanah matang 

16. Lingkungan/kawasan perumahan
kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.

17. Lingkungan/konservasi bangunan/gedung bersejarah
kesatuan ruang dengan bangunan yang berdasarkan kriteria tertentu oleh pemerintah daerah dinilai dan dinyatakan sebagai lingkungan dan bangunan yang dilindungi. Perlindungan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk memperpanjang usia lingkungan dan bangunan bersejarah melalui kegiatan restorasi, pemintakatan, revitalisasi, dan pemugara.

18. Fasilitas fisik atau utilitas umum
sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pembangun swasta pada lingkungan permukiman meliputi penyediaan jaringan jalan, jaringan air bersih, listrik, pembuangan sampah, telepon, saluran pembuangan air kotor dan drainase, serta gas.

19. Fasilitas sosial 
fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam lingkungan permukiman meliputi pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, serta fasilitas penunjang kegiatan sosial lainnya di kawasan perkotaan.

C.    Factor-faktor kualitas tata ruang

1. Pengertian kualitas
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar orang membicarakan masalah kualitas, misalnya mengenai kualitas sebagaian besar produk buatan luar negeri yang lebih baik dari pada produk buatan dalam negeri. Apa sesungguhnya kualitas itu ? pertanyaan ini sangat banyak jawabannya, karena maknanya akan berlainan bagi setiap orang dan tergantung pada konteksnya. Kualitas sendiri memiliki banyak kriteria yang berubah secara terus menerus. Orang yang berbeda akan menilai dengan kriteria yang berlainan pula.

Orang akan sulit mendefiniskan kualitas dengan cepat. Meskipun demikian kualitas dapat dirinci. Sebagai contoh, Chandra baru saja menyaksikan sebuah film dibioskop Empire 21. Ia akan mudah menyebutkan aspek-aspek apa saja yang ia nilai dalam menentukan kualitas jasa bioskop yang baru saja dikunjunginya.

Misalnya aspek-aspek tersebut terdiri dari :

  • Ketepatan waktu penayangan
  • Lingkup atau tata ruang
  • Kursi yang nyaman/empuk
  • Harga
  • Pilihan film yang ditayangkan
  • Sound system


Contoh diatas menggambarkan salah satu aspek dari kualitas, yaitu aspek hasil. Pertanyaan mengenai “ apakah produk atau jasa tersebut memenuhi atau bahkan melebilihi harapan pelanggan ?” merupakan aspek yang penting dalam kualitas. Konsep kualitas itu sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan.

Konsep kualitas secara luas tidak hanya menekankan pada aspek hasil tetapi juga kualitas manusia dan kualitas prosesnya. Bahkan Stephen Uselac menegaskan bahwa kualitas bukan hanya mencakup produk dan jasa, tetapi juga meliputi proses, linkungan dan manusia.

Meskipun tidak ada defenisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, dari defenisi-defenisi yang ada terdapat beberapa kesamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut :
Kualitas meliputi usaha mamenuhi atau melebihi harapan pelanggan
Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.

Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah ( misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada mendatang).
“Kualitas meruapak suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, prose dan linkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”
(Goetsch & Davis-1994)

Kualitas menurut beberapa pakar :
Crosby, mendefinisikan bahwa  kualitas sama dengan persyaratannya.
Deming, menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar.
J.M. Juran, mengartikan sebagai cocok untuk digunakan.
(Total Quality Management-Fandy Tjiptono & Anastasia Diana-Penerbit Andi)

2. Tata ruang
Tata ruang atau dalam bahasa Inggrisnya Land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).

Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

3. Factor dalam tata ruang

Faktor utama pembentuk identitas fisik kota baru adalah faktor elemen titik pusat perhatian. Berdasarkan faktor-faktor tersebut kemudian dirumuskan suatu arahan penataan ruang perkotaan dalam mewujudkan identitas kota baru. Sesuai tujuan utama pembangunannya, maka keberhasilan kota baru untuk mewujudkan identitasnya (identitas kota baru) akan berkontribusi memecahkan masalah-masalah perkotaan pada kota-kota besar akibat laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan perkembangan sektor industri yang pesat.

Prinsip-prinsip Pembangunan Masyarakat



Menurut Ife (1995) sebaiknya menganut 22 prinsip berikut:

Ø  Pengembangan terpadu (integrated development).   Pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan spiritual merupakan aspek terpenting dalam kehidupan masyarakat.

Yang dimaksud pembangunan terpadu adalah dimana dalam pembangunan masyarakat selalu mempertimbangkan berbagai aspek ( pembangunan secara menyeluruh) misalnya sosial, ekonomi, budaya, lingkungan maupun sptitual.

Ø  Melawan kerugian struktural (confronting structural disadvantage).  Struktur kelas, gender, dan keragaman etnik sering menjadi kendala dalam pengembangan masyarakat.

Ø  Hak asasi manusia (human rights).  Pemahaman dan komitmen terhadap hak asasi manusia merupakan prinsip yang penting dalam pengembangan masyarakat.

Ø  Keberlanjutan (sustainability).  Prinsip keberlanjutan merupakan salah satu komponen penting dalam pendekatan ekologis.

Dikatakan salah satu komponen penting karna dalam pendekatan ekologis karna pembangunan masyarakat dilakukan terus menerus untuk kehidupan yang lebih baik kedepannya.

Ø  Pemberdayaan (empowerment).  Pemberdayaan mempunyai makna dalam menyediakan sumberdaya, peluang, pengetahuan dan keahlian masyarakat untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuannya.

Dalam pembangunan, sasaran umumnya ditujukan pada pengembangan sumberdaya manusia agar tercapai kualitas masyarakat yang maju dan mandiri.  Oleh karenanya, usaha pengembangan masyarakat merupakan salah satu proses untuk mengubah manusia dan lingkungan sekitarnya ke arah yang lebih baik.

Ø  Personal dan politik (the personal and the political).  Kaitan antara person dan politik, individu dan struktur, masalah pribadi dan isu publik merupakan unsur pokok dalam pengembangan masyarakat.

Ø  Kepemilikan masyarakat (community ownership).  Kepemilikan mencakup kepemilikan atas barang dan kepemilikan atas struktur dan proses.

Ø  Kepercayaan diri (self reliance).  Masyarakat harus mencari pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya, jangan lebih tergantung pada dukungan dari luar yang berupa bantuan finansial, teknis, maupun sumberdaya lain.

Ø  Kemandirian (independence from the state).  Bantuan pemerintah dalam pembangunan masyarakat sudah berjalan cukup lama.

Ø  Tujuan jangka menengah dan visi yang jelas (immediate goals and ultimate visions).

Ø  Pengembangan organik (organic development).  Pemikiran pengembangan organik sering dipertentangkan dengan pengembangan mekanistik, pengembangan mekanistik ibarat sebuah mesin, sedangkan pengembangan organik ibarat sebuah tanaman.

Ø  Pengembangan bertahap (the pace of development).  Sebagai konsekuensi alamiah dalam pengembangan organik adalah perlunya penetapan langkah dalam mengadakan pengembangan masyarakat.

Ø  Keahlian eksternal (external expertise).  Proses atau struktur yang datang dari luar dalam pengembangan masyarakat jarang bekerja secara baik.

Ø   Pembangunan komunitas (community building).  Semua pengembangan masyarakat harus bertujuan membangun komunitasnya.

Ø  Proses dan hasil (process and outcome).  Penekanan dalam proses dan hasil menjadi isu penting dalam pekerjaan masyarakat.

Ø  Keutuhan (keterpaduan) proses (the integrity of process).  Proses yang digunakan dalam pengembangan masyarakat sama pentingnya dengan hasil.

Ø  Tanpa kekerasan (non violence).  Dalam konteks ini, tanpa kekerasan mempunyai implikasi lebih dari sekedar tanpa kekerasan fisik diantara penduduk.

Ø  Inklusif (inclusiveness).  Prinsip ini merupakan bagian dari prinsip tanpa kekerasan.

Ø  Konsensus (consensus).   Prinsip tanpa kekerasan, dan inklusifness harus dibangun dalam kerangka pembentukan konsensus, dan konsensus dalam pengambilan keputusan harus diterapkan sebisa mungkin.

Ø  Kerjasama (co-operation).   Perspektif ekologis dan pendekatan tanpa kekerasan menekankan kebutuhan struktur kerjasama dibanding struktur persaingan.

Ø  Partisipasi (participation).  Pengembangan masyarakat bertujuan tercapainya partisipasi yang maksimal, yakni melibatkan semua anggota masyarakat dalam semua kegiatan dan semua proses yang terjadi dalam masyarakat.

Ø  Pembatasan (perumusan) kebutuhan  (defining need).  Pertama, pengembangan masyarakat harus mampu menemukan kesepakatan diantara berbagai variasi kebutuhan masyarakat.

Kesenjangan Sosial Masyarakat


Kesenjangan sosial adalah sebuah fenomena yang terjadi pada masyarakat Indonesia dan masyarakat di dunia yang disebabkan oleh perbedaan dalam hal kualitas hidup yang sangat mencolok. Fenomena ini dapat terjadi pada negara manapun

Dalam hal kesenjangan sosial sangatlah mencolok dari berbagai aspek misalnya dalam aspek keadilanpun bisa terjadi. Antara orang kaya dan miskin sangatlah dibedaan dalam aspek apapun, orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini,memang benar kalau dikatakan bahwa “ Yang kaya makin kaya,yang miskin makin miskin”. Adanya ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangna yang terlalu mencolok antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang memandang rendah kepada golongan bawah,apalagi jika ia miskin dan juga kotor,jangankan menolong,sekedar melihatpun mereka enggan. Disaat banyak orang-orang miskin kedinginan karena pakaian yang tidak layak mereka pakai,namun banyak orang kaya yang berlebihan membeli pakaian bahkan tak jarang yang memesan baju dari para designer seharga 250.000 juta,dengan harga sebnyak itu seharusnya sudah dapat memberi makan orang-orang miskin yang kelaparan.

Pemerintah harusnya lebih memperhatikan masalah yang seperti ini,pembukaan UUD 45 bahkan telah memberi amanat kepada pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa,harusnya orang-orang yang berada di pemerintahan lebih serius untuk memikirkan kepentingan bangsa yang memang sudah menjadi tanggung jawab mereka,tapi dari kasus-kasus yang sekarang ini tentang para anggota pemerintahan yang melakukan korupsi dapat menunjukan bahwa tidak sedkit dari mereka masih memikirkan kepentingannya masing-masing,uang dan biaya yang seharusnya untuk kemakmuran masyarakat dimakan oleh mereka sendiri.Kalaupun pada akhirnya mereka mendapatkan hukuman itu bukanlah “hukuman” yang sebenarnya,banyak dari mereka masih tetap hidup mewah walaupun mereka dalam kurungan penjara yang seharusnya memebuat mereka jera.

Kemiskian memang bukan hanya menjadi masalah di Negara Indonesia, bahkan Negara majupun masih sibuk mengentaskan masalah yang satu ini. Kemiskinan memang selayaknya tidak diperdebatkan tetapi diselesaikan. Akan tetapi kami yakin : “du chocs des opinion jaillit la verite”. “ Dengan benturan sebuah opini maka akan munculah suatu kebenaran “. Dengan kebenaran maka keadilan ditegakkan, dan apabila keadilan ditegakkan kesejateraan bukan lagi menjadi sebuah impian akan tetapi akan menjadi sebuah kenyataan.

Kesenjangan sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Kemiskinan
    Kemiskinan adalah penyebab utama terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat. Banyak orang menganggap bahwa kemiskinan adalah suatu suratan takdir atau mereka mereka miskin karena malas, tidak kreatif, dan tidak punya etos kerja. Inti kemiskinan terletak pada kondisi yang disebut perangkap kemiskinan. Perangkap itu terdiri dari :
a) Kemiskinan itu sendiri
b) Kelemahan fisik
c) Keterasingan atau kadar isolasi
d) Kerentaan
e) Ketidakberdayaan

2.  Kurangnya lapangan kerja
     Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat, sedangkan perekonomian menjadi faktor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan menyebabkan perekonomian masyarakat bawah semakin rapuh. Salah satu karakteristik tenaga kerja di Indonesia adalah laju pertumbuhan tenaga kerja lebih tinggi ketimbang laju pertumbuhan lapangan kerja. Berbeda dengan negara-negara di Eropa dan Amerika, dimana lapangan pekerjaan masih berlebih. Faktor-faktor penyebab pengangguran di Indonesia:
a) Kurangnya sumber daya manusia              pencipta lapangan kerja
b)  Kelebihan penduduk/pencari kerja
c)  Kurangnya jalinan komunikasi antara      si pencari kerja dengan pengusaha
d)  Kurangnya pendidikan untuk                      pewirausaha

Kesenjangan sosial semakin hari semakin memprihatinkan, khususnya di lingkungan perkotaan. Memang benar jika dikatakan bahwa yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Hal ini jelas-jelas mencederai rasa keadilan serta bertolak belakang dengan kebersamaan dan kesetaraan sosial. Akibat dari semakin meningkatnya kesenjangan sosial adalah:

1.      Melemahnya wirausaha
 Kesenjangan sosial menjadi penghancur minat ingin memulai usaha, penghancur keinginan untuk terus mempertahankan usaha, bahkan penghancur semangat untuk mengembangkan usaha untuk lebih maju. Hali ini dikarenakan seorang wirausaha selalu di anggap remeh.

2.      Terjadi kriminalitas
Banyak rakyat miskin yang terpaksa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, seperti mencopet, mencuri, judi, dll. Upaya-upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk pemecahan masalah kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia:
a. Menomorsatukan pendidikan
b. Menciptakan lapangan kerja dan                 meminimalis Kemiskinan
c. Meminimalis KKN dan memberantas         korupsi.
            d. Meningkatkan system keadilan di                         Indonesia serta melakukan                                     pengawasan yang ketat terhadap                         mafia hukum. 

Bencana Alam Dalam Perspektif Islam

Masalah bencana ada yang memandangnya sebagai fenomena alam yang terjadi secara kebetulan. Sedangkan di sisi lain, suatu bencana dipandang sebagai peristiwa kerusakan alam yang mempunyai hubungan yang kental dengan wilayah keimanan, bukan fenomena alam yang serba kebetulan.
Dalam konteks iman (keyakinan), tidak ada suatu bencana atau kerusakan alam yang terjadi kecuali ada hubungannya dengan perbuatan dosa yang dilakukan oleh manusia. Sebagaimana peringatan-peringatan Allah yang telah disebutkan dalam sejumlah ayat Alquran.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS. ar-Rum [30]:41).
Ayat di atas menunjukan, bencana alam itu terjadi bukanlah secara kebetulan, tetapi dikarenakan perbuatan maksiat manusia. Abu ‘Aliyah berkata, “Barang siapa yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi, maka sungguh ia telah membuat kerusakan di dalamnya, sebab kebaikan bumi dan langit tergantung kepada ketataan manusia terhadap Sang Penciptanya”. 
Oleh sebab itu, Rasulullah SAW bersabda, “Suatu hukum (hudud) yang ditegakkan di atas bumi itu lebih disukai oleh penduduknya daripada hujan yang diturunkan kepada mereka selama empat puluh pagi.” (HR. Abu Dawud). Maksud hadis di atas adalah bahwa apabila hukum hudud itu direalisasikan, maka kebanyakan manusia akan berhenti dari kebiasaaan yang diharamkan. Dan apabila mereka berhasil meninggalkan perbuatan maksiat tersebut, ia akan menjadi penyebab datangnya keberkahan (nikmat yang bertambah) dari penjuru langit dan bumi.

Namun, selama hukum langit itu belum diberlakukan, berbagai bentuk kemaksiatan akan  terus merajalela, terutama kemaksiatan yang dilakukan oleh para penguasa, seperti praktek korupsi, manipulasi kekayaan Negara, ketidakadilan, terlibat kasus amoral, mengebiri supermasi hukum dan lain sebagainya.
Berkenaan dengan masalah bencana ini, seorang tokoh dan ulama Nusantara, Buya Hamka telah mengatakan, bahwa menurut pandangan yang berdasarkan keimanan, bencana-bencana tersebut harus ditanggulangi dari dua dimensi. 
Pertama, dimensi fisikal (lahiriah). Upaya pencegahan bencana dengan cara memperbaiki lokasi-lokasi yang rusak, memelihara hutan jangan sampai terbakar atau digundulkan, menata tata ruang perkotaan dengan cara memperkokoh dan membendung tepi pantai supaya tidak di runtuhkan gelombang ombak yang dapat mengakibatkan bencana banjir dan tanah longsor. Termasuk ke dalam dimensi ini adalah kesadaran kolektif dan masif dari setiap individu masyarakat terhadap pentingnya hidup teratur dan disiplin, seperti menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah sembarangan. 
Kedua, dimensi yang lebih penting dan mendasar, yaitu mendekati Allah SWT. Manusia tidak dibenarkan untuk mempersenda-guraukan tentang soal-soal agama dan ketuhanan, sebab kunci rahasia alam ini dipegang oleh kekuasaan- Nya.
Wallahu’alam bishawab.

Perspektif Konsep Bioregion Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

A. Bioregion

Secara geologi, dampak dari sembarang kegiatan pembangunan yang tidak terkontrol dimana saja kegiatan itu berada, memiliki potensi yang dapat merusak ketersediaan sumberdaya alam. Mengingat hal tersebut maka suatu pola dan system pengelolaan sumberdaya alam yang berasaskan kelestarian sangat mendesak untuk diterapkan dimana salah satunya melalui pendekatan bioregion dan atau ekosistem.

Bioregion adalah kawasan atau wilayah geografi yang relative luas dan memiliki bentang alam serta kekayaan jenis keanekaragaman hayati yang tinggi dimana proses lingkungan alaminya mempengaruhi fungsi-fungsi ekosistem didalamnya. Bioregion terkait dengan system alaminya mempengaruhi fungsi-fungsi ekosistem didalamnya. Bioregion terkait dengan system bentang alam, karakteristik resapan air, bentuk lahan, spesies tumbuhan dan satwa dan budaya manusia. Defenisi diatas menunjuAkkan bahwa suatu batasan bioregion ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari komunitas manusia dan system lingkungan yang ekerja didalamnya.

Luas suatu bioregion bias mencapai ribuan hingga hektar, bias juga tidak lebih dari luas suatu daerah tangkapan air atau bias seluas suatu provinsi atau Negara bagian. Pada kasus kasus tertentu batasannya bisa mencakup dua atau lebih Negara bergantung pada permasalahan. Luas area ini harus cukup besar guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan ekosistem; untuk menyokong proses-proses ekologi yang penting seperti siklus nutrient; untuk menjaga habitat dari spesies-spesies penting; dan juga mencakup komunitas manusisa yang telibat dalam pengelolaan, penggunaan, dan memahami proses-proses biologi. Wilayah ini juga harus cukup kecil dengan pengertian agar masyarakat local bisa juga memperhatikan dan juga terlibat secara aktif didalam pengelolaannya.

Pengelolaan wilayah dan sumberdaya alam dengan menggunakan pendekatan bioregion memberikan keuntungan-keuntungan baik dari segi ekologi, ekonomi maupun social. Hal ini disebabkan karena dalam pemanfaatan tersebut ada keterkaitan Antara komponen biologi serta ekosistem dan manusisa yang merupakan syarat mutlak yang diperlukan untukl menjamin keberlanjutan dari proses-peoses alam yang terjadi pada wilayah tersebut, dimana dalam pendekatan ini wilayah dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Sebagai contoh : wilayah dapat dibagi atas mintakat –mintakat tertentu sesuai keunikan, sensifitas konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah dan sumberdaya alamnya.

Pembagian wilayah atas zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan adalah contoh penggunaan konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah dan sumberdaya alamnya.
Konsep pengelolaan sumberdaya alam melalui pendekatan bioregion tidak berbeda jauh dengan pengelolaan berbasis ekosistem. Pengelolaan ekosistem sebagai pengintegrasian prinsip-prinsip ekologis, ekonomis, dan social dalam pengelolaan ekosistem biologi dan fisik dalam suatu cara melindungi, menjaga dan memepertahankan keberlajnjutan ekologis, keanekaragaman alami dan produktivitas dari suatu bentang alam.

Dengan pendekatan ekosistem dan/atau bioregion, pengelolaan dilakukan dalam suatu kesatuan bentang alam yang dibatasi menurut batas-batas ekologis dan bersifat spesifik lokasi dimana keberlangsungan dan pelestarian fungsi ekosistem mencakup fungsi-fungsi ekologis, ekonomi dan social menjadi perhatian utama yang mengimplementasikan dalam tindakan-tindakan pemulihan, pembinaan dan pemanfaatan secara lestari melalui pengintegrasian multidisiplin.
Khusus untuk sumberdaya hutan, dasar dan alasan mengapa hutan perlu dikelola berdasarkan pendekatan bioregion dan/atau ekosistem tertuang dalam karakteristik khas pengelolaan hutan, yaitu:

⦁ Jasa lingkungan sebagai keluaran yang mutlak hadir dalam pengelolaan hutan,
⦁ Hutan bersifat multifungsi yang memelukan pendekatan optimalisasi,
⦁ Dasil dan produksi kayu oleh hutan bersifat melekat pasda pohon penyusun tegakan hutan itu sendiri,
⦁ Dimensi waktu dalam pengelolaannya yang bersifat tidak terhingga dan.
⦁ Proses pemulihan kondisi tegakan yang lebih mengandalkan factor-faktor alamiah.

Bagaimana halnya dengan pengelolaan kawasan (hutan) konservasi berbasis bioregion dan/atau ekosistem? Seperti yang telah dikemukakan diatas, pendekatan ekosistem memiliki inti pengelolaan lestaridan keberlanjutan dalam arti sederhananya sumberdaya alam yang dikelola tidak lah hilang pada satu atau beberapa periode pengelolaan melainkan masih dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.

Konsep kelestarian yang terkandung dalam prinsip pengelolaan hutan lestari mengandung arti kelestarian fungsi ekosistem hutan secara utuh dan menyeluruh (holistik). Penerapan konsep ini dalam tindakan pengelolaan hutan memerlukan pendekatan pengelolaan yang bersifat terpadu (integrated) pada tingkat kesatuan bentang alam (lendscape) ekologi tertentu. Sifat suatu bioregion adalah adanya keterkaitan dan interaksi antara komponen-komponen penyusunannya termasuk manusia, maka ketika terjadi intervensi kegiatan manusia dalam system bioregion dapat memberikan beberapa pengaruh terhadap komponen-komponen lain dan proses yang bekerja dalam sistem bioregion tertentu. Dengan alasan diatas, maka dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi, proses pengambilan keputusan harus dilakukan setelah mengevakuasi seluruh kemungkinan akibat yang mungkin terjadi terhadap komponen dan proses dari kesatuan-kesatuan ekosistem dan bioregion lain yang berbatasan.

Konsep pendekatan bioregion dalam pengelolaan kawasan (hutan) konservasi dapat dicapai melalui pengadopsian dan penerapan tiga prinsip dasar pengelolaan bebasis ekosistem, yaitu:
⦁ Prinsip Keutuhan (holistic). Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan kawasan (hutan) konservasi harus mempertimbangkan dan sesuai dengan keadaan potensi seluruh komponen ekologi pembentuknya (hayati dan non hayati); kawasan lingkungannya (biofisik, ekonomi, politik, dan social budaya masyarakat), serta memeperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan keseluruhan pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan tersebut serta mampu mendukung keberlanjutan keberadaan alam semesta.
⦁ Prinsip Keterpaduan (integrated). Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan kawasan konservasi harus berlandaskan kepada pertimbangan keseluruhan hubungan ketergantungan dan keterkaitan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan serta pihak-pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan dalam keseluruhan aspek kehidupannya, mencakup ; aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek social-budaya.
⦁ Prinsip Keberlajutan/Kelestarian (Sustainability). Prinsip ini mengandung arti bahwa fungsi dan manfaat ekosistem kawasan konservasi dalam segala bentuk harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi ini dari generasi sekarang dan generasi yang akan datang secara berkelanjutan dengan potensi dan kualitas yang sekurang-kurangnya sama (tidak manurun). Jadi tidak boleh terjadi pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem kawasan yang harus dipikul suatu generasi tertentu akibat keserakahan generasi sebelumnya. Prinsip ini mengandung konsekuensi terhadap luasan kawasan, produktivitas dan kualitas yang setidaknya tetap (tidak berkurang) dalam setiap generasi.

B. Konsep Bioregion dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Bioregion adalah batas darat  dan perairan di mana batas tersebut ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari komunitas manusia dan sistem lingkungan. Luas area ini harus cukup besar guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan ekosistem;  untuk menyokong proses-proses  ekologi  yang penting seperti  siklus nutrien dan limbah, migrasi  dan aliran arus; untuk menjaga  habitat  dari  spesies-species  penting;   dan  juga  mencakup komunitas  manusia  yang  terlibat  di  dalam pengelolaan,  penggunaan,  dan  memahami  proses-proses biologi.  Wilayah  ini  juga  harus  cukup  kecil  dengan  pengertian  agar  masyarakat  lokal  bisa  juga memperhatikan hal ini (WRI-IUCN-UNEP 1992).

Beberapa  elemen bioregion yang  dapat  disebutkan di  sini  antara  lain  daerah  tangkapan air, berbagai daerah suaka, lahan kritis, wilayah pesisir dan laut, daerah penggembalaan, daerah pertanian, berbagai  institusi  berbasis  masyarakat  yang  menyokong  perlindungan  keanekaragaman  hayati  dan kota-kota dalam lokasi bioregion berupa berbagai  institusi yang menyokong konservasi seperti  kebun binatang, aquarium, pusat-pusat rehabilitasi hewan langka dan sebagainya (WRI-IUCN-UNEP 1992).

Basis dari konsep bioregion adalah biogeografi. Biogeografi adalah ilmu yang mempelajari pola distribusi  tumbuhan dan hewan dengan menggunakan pendekatan analisis  spatial  terhadap  distribusi organisme. Pada awalnya konsep biogeografi banyak mendapatkan kritik karena jarang
sekali menyentuh faktor-faktor  lingkungan alam lainnya dalam satu ekosistem dan faktor  manusia  dengan aktivitasnya terhadap terjadinya pola distribusi tumbuhan dan hewan tersebut.  Hal  ini kemudian dipandang sebagai satu  kelemahan  mendasar  dari  konsep  biogeografi.  Karena  itu,  dalam  perkembangan  selanjutnya biogeografi  mulai  menyentuh faktor-faktor ekosistem dan kegiatan-kegiatan manusia untuk memahami pola distribusi organisme mahluk hidup (tumbuhan dan hewan) dalam suatu lingkungan geografi  pada masa lalu dan pada saat  ini.  Bersamaan dengan perkembangan tersebut kemudian muncul istilah baru yang dikenal sebagai konsep Bioregion.

Dengan demikian, konsep bioregion merupakan kajian deterministik dari gabungan pengetahuan tentang  klimatologi,  fisiografi,  hidrologi,  geografi  tumbuhan  (plantgeography),  geografi  hewan (zoogeography), sejarah kejadian alam, dan beberapa deskriptif ilmu alam lainnya, termasuk manusia dan aktivitasnya serta kaitannya dengan faktor lingkungan alam lainnya sebagai suatu kesatuan ekosistem.

Pengelolaan bioregional menawarkan suatu bentuk yang pengelolaan ruang (berikut semua isinya)yang lebih integratif. Bioregion merupakan unit perencanaan ruang dalam pengelolaan sumber daya alam; yang  tidak  ditentukan  oleh  batasan  politik  dan  administratif,  tetapi  dibatasi  oleh  batasan  geografik, komunitas  manusia  serta  sistem ekologi,  dalam suatu  cakupan  bioregion,  secara  ekologis.  Idealnya, pengelolaan bioregional bersandar pada tiga komponen (Amzu, 2003), yaitu:
⦁ Komponen ekologi, yang terdiri dari kawasan-kawasan ekosistem alam yang saling berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat alami maupun semi alami.
⦁ Komponen  ekonomi,  yang  mendukung  usaha  pendayagunaan  keanekaragaman  hayati  secara berkelanjutan  dalam matriks  budi  daya,  dengan  pengembangan  budi  daya  jenis-jenis  unggulan setempat.
⦁ Kompoen  sosial  budaya,  yang  dapat  memfasilitasi  masyarakat  lokal  dalam perencanaan  dan pengambilan keputusan mengenai  pemanfaatan sumber  daya alam serta memberikan peluang bagi pemenuhan kebutuhan sosial/budaya secara lintas generasi.

Jika dilihat dari dimensi waktu maka konsep bioregion juga dikembangkan sebagai dasar  untuk menyusun perencanaan suatu daerah.  Di  Amerika  Utara  misalnya,  pemerintah Kanada  dan Amerika Serikat  pada tahun 1996 telah mengeluarkan definisi  Bioregion yang diadaptasi  dari  The Bioregional Association of North Americas (BANA). Definisi bioregion ini mencakup :
⦁ Penemuan, pemahaman, restorasi dan pemeliharaan sistem alam lokal;
⦁ Pembangunan dan penerapan cara-cara praktis  berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan dasarmanusia;
⦁ Mendukung  pembangunan  budaya  baru  berdasarkan  situasi  hakikat  fenomena  suatu  daerah(biogeography).

Dari  definisi  di  atas  dapat  diketahui  bahwa  paling  tidak  terdapat  2  perbedaan  penting  dari  konsep bioregion dengan biogeografi, yaitu :
⦁ Dimasukkannya dimensi waktu dalam konsep bioregion, masa yang lalu dan waktu yang akan datang, sebagai unit analisis mengkaji fenomena lingkungan di suatu wilayah; dan
⦁ Dimasukkannya dimensi manusia dan kegiatannya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dalamkonsep bioregion. Sedangkan, kesamaan mendasar dari kedua konsep tersebut adalah digunakannya sudut pandang ruang (spatial) untuk memahami fenomena lingkungan di suatu wilayah.

Dengan demikian, secara praktis dalam aplikasinya bahwa konsep bioregion tetap bertumpu pada hasil kajian  biogeografi  atau  fenomena  geografi,  tetapi  ditambah  dengan  tataran  kesadaran  masyarakat mengenai suatu tempat (ruang) dan kesadaran bagaimana mereka dapat melangsungkan kehidupannya di wilayah tersebut.

C. Bioregion dalam Prospektif Perencanaan Pembangunan Daerah
Sebagaimana telah dikemukakan di atas,  bahwa otonomi  daerah pada dasarnya bertujuan untuk memberikan keleluasaan daerah mengelola dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakan di daerah  maupun  dalam  tataran  nasional.  Namun  dalam  prakteknya  ditemukan,  khusus  dalam hal pengelolaan SDA saat  ini terkotak-kotak dalam wilayah administrasi  yang kecil-kecil  yang seringkali lebih sempit daripada ekosistem serta menimbulkan konflik antar daerah. Padahal daya dukung SDA per daerah administratif tidak sepenuhnya mampu mendukung pembangunan dan kehidupan jangka panjang, sehingga diperlukan kerjasama antar  daerah untuk mencapai  kesejahteraan bersama dan keberlanjutan sistem penyangga kehidupan. Begitu juga pendekatan pengelolaan SDA yang sektoral seperti pertanian, kehutanan, pertambangan, industri dan kelautan, di mana terjadi perebutan SDA dan tumpang tindihnya kebijakan di antara sektor-sektor tersebut.
Pada  pembangunan  sentralistik  pendekatan  yang  digunakan  cenderung  seragam,  sementara kemajemukan sosial  budaya menjadi kenyataan dalam kehidupan, sehingga pembangunan tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokal.

Hal ini menyebabkan pembangunan tidak efektif, tidak efisien dan boros, serta menimbulkan banyak konflik sosial. Namun saat ini, di era desentralisasi pembangunan, terkotak-kotaknya wilayah ekosistem ke dalam wilayah administrasi dan sektoral menyebabkan banyak kelompok  masyarakat  setempat  terganggu  kehidupan  ekonominya,  seperti  masyarakat  pemburu  dan peramu,  peladang  berpindah  dan  nelayan  tradisional;  serta  terganggu  kebudayaannya  seperti  system pengetahuan, mata pencarian hidup, teknologi, religi, institusi dan norma-norma sosialnya.

Dalam pengertian sebuah proses, bioregion menekankan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam harus didahului proses orientasi dan identifikasi. Melalui proses tersebut diharapkan masyarakat bertindak arif terhadap lingkungan alami.  Kearifan lokal  menjadi salah satu pijakan dalam merumuskan konsep bioregion.  Masyarakat  lokal  yang  menjadi  bagian  dan  telah  mengenal  ekosisemnya  bisa  menjadi pengontrol eksploitasi  sumber  daya alam yang berlebihan. Karakteristik pengelolaan bioregion paling tidak  harus  mencakup  pelibatan  semua  pihak,  penerimaan  masyarakat,  informasi  yang  satu  dan komprehensif, pengelolaan adaptif, pengembangan keahlian secara kooperatif, dan integrasi kelembagaan. Sebagai suatu pendekatan, bioregion merupakan:
⦁ Pendekatan bawah-atas (bottom-up approach) untuk mendapatkan keseimbangan di antara kebutuhan hidup dan potensi sumber daya alam di dalam wilayah bioregion yang ditentukan berdasarkan kriteria ekonomi,  ekologi,  dan sosial dengan mengutamakan pemulihan dan pemeliharaan fungsi eksositem untuk mendukung kepentingan masyarakat melalui :
⦁ Tanggungjawab atas kelestarian sumber daya alam;
⦁ Daya tarik budaya dan proses ekologi;
⦁ Tujuan politis desentralisasi dan keseimbangan sosial.
⦁ Dari  sudut  keanekaragaman  hayati  bioregion  merupakan  pendekatan holistik dan  tetap mempertahankan kekhasan lokal (local specific) berdasarkan karakteristik, keunikan ekosistem, dan budaya setempat.

Kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus didahului dengan proses orientasi dan identifikasi untuk mengenali  karakteristik  lokasi  di  mana  pemangku  utama  tinggal,  yang  sangat  berguna  untuk mengidentifikasi potensi dan keterbatasannya, sehingga masyarakat diharapkan bertindak bijak dan arif terhadap lingkungan alam, dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi lebih efektif karena mengakomodasi keunikan dan karakter sosial-budaya masyarakat setempat.

Prinsip-prinsip  dasar  yang  harus  dipegang  dalam pengelolaan  sumber  daya  alam berdasarkan bioregion adalah:
⦁ Pengelolaan suatu bioregion tidak dibatasi oleh batas wilayah administratif dan batas etnis.
⦁ Pengelolaan bioregion dilakukan dengan manajemen berkelanjutan (sustainable management) yang bercorak kolaboratif,partisipatif, dan koordinatif
⦁ Dapat dikelola (manageable)
⦁ Mengacu pada realitas sekarang
⦁ Keterwakilan dan repetisi
⦁ Aktivitas konservasi tidak hanya sebatas dalam kawasan konservasi, tetapi mencakup kawasan di luar konservasi
⦁ Holistik dan lokal spesifik
⦁ Tercapainya sistem pengelolaan yang adil, demokratis, transparan dan akuntabilitas
⦁ Terjadinya keterlekatan antar semua pihak; dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dan lokal.
Elemen bioregion yang harus diperhitungkan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah:
⦁ Kawasan Lindung yang terdiri dari berbagai ekosistem alam yang dilindungi
⦁ Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dikelola secara kesatuan yang utuh dari hulu hingga muara/batas kontinen, termasuk manusia yang hidup dan tinggal di dan sekitar DAS
⦁ Kawasan Pesisir dan Laut yang dikelola untuk melindungi ekosistem-ekosistem kunci
⦁ Teluk
⦁ Kawasan Budidaya Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan yang dikelola untuk tujuan jangka panjang
⦁ Lahan terdegradasi yang direhabilitasi untuk berbagai penggunaan yang berorientasi jangka panjang
⦁ Pertambangan yang dikelola untuk efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, dengan meminimalisasi dampak negatif dan memberikan manfaat bagi sektor lain
⦁ Ekosistem Pulau Kecil/Kelompok Pulau Kecil tak dihuni dan dikelola untuk kantong keanekaragaman hayati
⦁ Institusi/Kelembagaan berbasis komunitas lokal yang mendukung upaya konservasi keanekaragaman hayati
⦁ Ekosistem kota yang dikelola untuk mendukung pendanaan konservasi keanekaragaman hayati
⦁ Industri
⦁ Manusia dan kebudayaannya (sistem pengetahuan, mata pencarian, teknologi, bahasa, religi, struktur dan pranata sosial)
⦁ Sistem penguasaan sumber daya alam (kepemilikan dan akses)
⦁ Administrasi pemerintahan dan kebijakan
⦁ Sejarah komunitas
⦁ Mobilitas dan interaksi sosial
⦁ Variabel demografi.

Sedangkan karakter dari bioregion mencakup:
⦁ Wilayah  geografis  yang  memiliki  kesamaan  ciri  iklim,  tanah,  flora  dan  fauna  asli  yang menggambarkan kondisi geografis dan kondisi kesadaran untuk hidup di daerah tersebut;  Bioregion menyatukan ekosistem alam dengan masyarakat dalam konteks tempat tertentu. Batas-batas bioregion harus mampu menjamin integritas, resiliensi, produktivitas dan keberagaman ekosistem dalam jangka waktu panjang;
⦁ Tidak dibatasi oleh batas administratif dan batas etnis;
⦁ Riset dan monitoring;
⦁ Pemanfaatan pengetahuan : tradisional, lokal dan ilmiah;
⦁ Pengelolaan adaptif;
⦁ Rehabilitasi dan restorasi;
⦁ Pengembangan keahlian kooperatif;
⦁ Keterpaduan kelembagaan;
⦁ Kerjasama internasional.

Dengan pendekatan bioregion maka persoalan-persoalan pengelolaan sumber  daya alam dapat  diatasi, karena dengan pendekatan bioregion berarti :
⦁ Mengurangi dikotomi dan kesenjangan perkotaan-perdesaan dalam pembangunan berkelanjutan
⦁ Menyatukan dan mensinkronkan kegiatan pembangunan di darat dan di laut
⦁ Mengintegrasikan komponen ekologi, ekonomi dan sosial dengan berbasis pada masyarakat dan para pemangku kepentingan lokal,  serta bersifat  lintas  daerah dan lintas  sektoral,  sehingga mendorong penyelesaian sengketa antar daerah, antar sektor, antar pemangku kepentingan
⦁ Mendorong kerjasama antar daerah dan memungkinkan adanya sistem insentif dan disinsentif antar daerah dalam pengelolaan sda
⦁ Bersifat bottom up, lintas daerah dan lintas sektoral,  sehingga kepentingan kelompok masyarakat rentan tersebut di atas dapat diakui dan diakomodasikan
⦁ Mengakui  keberagaman  itu  dan  setiap  pembangunan  disesuaikan  dengan  karakteristik  local (ekosistem dan sosial budaya setempat)
⦁ Menggunakan pendekatan desentralisasi dan menjamin keadilan antar dan inter generasi, kesetaraan gender serta membuka akses terhadap sda yang lebih besar bagi masyarakat lokal, memiliki system yang transparan dan bertanggung jawab (accountability), dan menggunakan indikator pembangunan yang memasukan unsur penyusutan sda dan lingkungan hidup.
⦁ Lintas daerah dan lintas sektoral yang mendorong penegakan hukum yang terpadu, walaupun hokum dan sistem hukum yang ada masih lemah
⦁ Mengakui keberagaman sosial  budaya,  termasuk hukum adat,  memberi  ruang bagi tumbuh dan berkembangnya hukum-hukum lokal yang lebih sesuai dengan sistem nilai pengeloaan sda setempat, sehingga meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum.
⦁ Mengakui keberadaan hak-hak masyarakat dalam pengelolaan sda, sehingga mandat bisa diberikan oleh  negara  kepada  masyarakat  setempat  untuk  mengelola  sda secara  berkelanjutan.  Dengan demikian, masyarakat setempat mempunyai kekuatan hukum untuk mengatur pengelolaan sda dan mencegah eksploitasi yang berlebihan.

Pendekatan  bioregion  juga  mensyaratkan  adanya  kewajiban  melibatkan  pemangku  kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan SDA, yaitu :
Generasi yang akan datang, diwakili  oleh organisasi  non pemerintah (ornop) lingkungan hidup, yang mempunyai kepentingan untuk dapat menikmati SDA sekurang-kurangnya sama seperti yang dinikmati generasi sekarang. Masyarakat  adat,  yang  berkepentingan  melestarikan  dan  menjaga  keberlanjutan  SDA, meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kehidupan sosial budayanya dari pengelolaan SDA, dan pengambilan keputusan tentang pengelolaan SDA di wilayahnya.

Masyarakat lokal, yang berkepentingan meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui pemanfaatan SDA,  seperti  masyarakat  peladang berpindah, pemburu dan peramu, pengumpul rotan dan hasil hutan lainnya, penambang tradisional, petani, buruh, nelayan tradisional, dan lain-lain.

Masyarakat pendatang, yang berkepentingan untuk memperbaiki kesejahteraan ekonominya dengan ikut  memanfaatkan  SDA,  misalnya  pembuka  tambak,  petani  komoditas,  nelayan,  penambang raakyat, penebang kayu, dan lain-lain. Buruh,  yang  berkepentingan  untuk  memperoleh  pekerjaan  dari  kegiatan  pengelolaan  SDA, misalnya buruh HPH-HTI, buruh tambang, buruh nelayan, buruh tani, buruh tambak, buruh pabrik kayu, buruh perkebunan, buruh industri yang berbasis SDA, dan lain-lain. Masyarakat  global,  yang berkepentingan melestarikan keanekaragaman hayati  dan keberlanjutan fungsi ekosistem dunia dengan mencegah perubahan iklim akibat pemanasan global dan menikmati jasa lingkungan dari SDA (pariwisata).

Kaum perempuan,  yang berkepentingan untuk mendapatkan hak dan akses  yang sama  dengan laki-laki dalam pengelolaan SDA dan pengambilan keputusan tentang pengelolaan SDA. Pedagang yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan komoditi SDA, misalnya pedagang kayu, rotan, kopi, ikan, udang, dan lain-lain.

Investor  domestik  dan asing,  orang atau  kelompok  orang yang menanamkan modalnya  dalam pengelolaan SDA, dan berharap mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan dari investasinya. Pemerintah  daerah  yang  berkepentingan  meningkatkan  pendapatan  asli  daerahnya  dan kesejahteraan masyarakatnya melalui pengelolaan SDA. Pemerintah  pusat  yang  berkepentingan  meningkatkan  pendapatan  dan  devisa  negara  serta kesejahteraan rakyatnya melalui pengelolaan SDA. Ilmuwan  yang  berkepentingan  mengembangkan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  untuk keberlanjutan fungsi SDA. Lembaga donor yang berkepentingan untuk meningkatkan efektivitas manfaat dan daya guna dana bantuan yang diberikannya.

Lembaga keuangan yang  berkepentingan  memperoleh jaminan untuk pengembalian  uang yang dipinjamkannya melalui kepastian iklim usaha. Kaum profesional di bidangnya (rimbawan, masyarakat pertambangan) yang berkepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan mengaplikasikan keahlian dibidangnya. Para politisi yang berkepentingan mendapatkan dukungan politik dari pengelolaan dan pola alokasi SDA.

Dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di era otonomi daerah, tujuan yang harus dicapai antara lain keseimbangan antara ekonomi, politik, sosial, budaya dan lingkungan. Penguasaan aspek-aspek wilayah, baik secara geografis, demografis dan inventarisasi sumber daya alam di darat dan di laut. Daerah aliran sungai (DAS), kondisi iklim dan kondisi fisik harus dikaji mendalam baik secara kuntitatif, maupun secara kualitatif, Memperhitungkan faktor pembatas/hambatan baik secara ekologi maupun sosial yang dikaji secara kualitatif dan kuantitatif, Menganalisis kemampuan dalam bidang pembiayaan, peralatan/perbekalan dan tenaga kerja secara kualitatif dan kuantitatif.

Pembangunan daerah mengacu berbagai prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan alami dan budaya berbasis  bioregion  sebagaimana  dipaparkan  di  muka,  secara  berkelanjutan  memiliki  prospek  untuk dikembangkan  menjadi ecotourism  dan  bahkan edutourism,  yang  pada  gilirannya  akan  memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan pendapatan daerah.

Pengembangan ekosistem alami  dan buatan di daerah dalam ke arah ecotourism maupun edutourism  dalam konteks  pembangunan  daerah  tentunya  membutuhkan  forum  lokal  yang  mampu menampung dan memfasilitasi  kebutuhan pengguna (stakeholder) yang bekerja secara sinergis untuk tujuan bersama. Pengembangan yang dimaksud hendaknya tetap mengacu pada upaya-upaya peningkatan perekonomian masyarkat.

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN KAITANNYA DENGAN AYAT AL-QUR’AN

  PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN KAITANNYA DENGAN AYAT AL-QUR’AN   A.     Pengertian Sungai dan Manfaatnya Sungai adalah...