A. Bioregion
Secara geologi, dampak dari sembarang kegiatan pembangunan yang tidak terkontrol dimana saja kegiatan itu berada, memiliki potensi yang dapat merusak ketersediaan sumberdaya alam. Mengingat hal tersebut maka suatu pola dan system pengelolaan sumberdaya alam yang berasaskan kelestarian sangat mendesak untuk diterapkan dimana salah satunya melalui pendekatan bioregion dan atau ekosistem.
Bioregion adalah kawasan atau wilayah geografi yang relative luas dan memiliki bentang alam serta kekayaan jenis keanekaragaman hayati yang tinggi dimana proses lingkungan alaminya mempengaruhi fungsi-fungsi ekosistem didalamnya. Bioregion terkait dengan system alaminya mempengaruhi fungsi-fungsi ekosistem didalamnya. Bioregion terkait dengan system bentang alam, karakteristik resapan air, bentuk lahan, spesies tumbuhan dan satwa dan budaya manusia. Defenisi diatas menunjuAkkan bahwa suatu batasan bioregion ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari komunitas manusia dan system lingkungan yang ekerja didalamnya.
Luas suatu bioregion bias mencapai ribuan hingga hektar, bias juga tidak lebih dari luas suatu daerah tangkapan air atau bias seluas suatu provinsi atau Negara bagian. Pada kasus kasus tertentu batasannya bisa mencakup dua atau lebih Negara bergantung pada permasalahan. Luas area ini harus cukup besar guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan ekosistem; untuk menyokong proses-proses ekologi yang penting seperti siklus nutrient; untuk menjaga habitat dari spesies-spesies penting; dan juga mencakup komunitas manusisa yang telibat dalam pengelolaan, penggunaan, dan memahami proses-proses biologi. Wilayah ini juga harus cukup kecil dengan pengertian agar masyarakat local bisa juga memperhatikan dan juga terlibat secara aktif didalam pengelolaannya.
Pengelolaan wilayah dan sumberdaya alam dengan menggunakan pendekatan bioregion memberikan keuntungan-keuntungan baik dari segi ekologi, ekonomi maupun social. Hal ini disebabkan karena dalam pemanfaatan tersebut ada keterkaitan Antara komponen biologi serta ekosistem dan manusisa yang merupakan syarat mutlak yang diperlukan untukl menjamin keberlanjutan dari proses-peoses alam yang terjadi pada wilayah tersebut, dimana dalam pendekatan ini wilayah dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Sebagai contoh : wilayah dapat dibagi atas mintakat –mintakat tertentu sesuai keunikan, sensifitas konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah dan sumberdaya alamnya.
Pembagian wilayah atas zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan adalah contoh penggunaan konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah dan sumberdaya alamnya.
Konsep pengelolaan sumberdaya alam melalui pendekatan bioregion tidak berbeda jauh dengan pengelolaan berbasis ekosistem. Pengelolaan ekosistem sebagai pengintegrasian prinsip-prinsip ekologis, ekonomis, dan social dalam pengelolaan ekosistem biologi dan fisik dalam suatu cara melindungi, menjaga dan memepertahankan keberlajnjutan ekologis, keanekaragaman alami dan produktivitas dari suatu bentang alam.
Dengan pendekatan ekosistem dan/atau bioregion, pengelolaan dilakukan dalam suatu kesatuan bentang alam yang dibatasi menurut batas-batas ekologis dan bersifat spesifik lokasi dimana keberlangsungan dan pelestarian fungsi ekosistem mencakup fungsi-fungsi ekologis, ekonomi dan social menjadi perhatian utama yang mengimplementasikan dalam tindakan-tindakan pemulihan, pembinaan dan pemanfaatan secara lestari melalui pengintegrasian multidisiplin.
Khusus untuk sumberdaya hutan, dasar dan alasan mengapa hutan perlu dikelola berdasarkan pendekatan bioregion dan/atau ekosistem tertuang dalam karakteristik khas pengelolaan hutan, yaitu:
⦁ Jasa lingkungan sebagai keluaran yang mutlak hadir dalam pengelolaan hutan,
⦁ Hutan bersifat multifungsi yang memelukan pendekatan optimalisasi,
⦁ Dasil dan produksi kayu oleh hutan bersifat melekat pasda pohon penyusun tegakan hutan itu sendiri,
⦁ Dimensi waktu dalam pengelolaannya yang bersifat tidak terhingga dan.
⦁ Proses pemulihan kondisi tegakan yang lebih mengandalkan factor-faktor alamiah.
Bagaimana halnya dengan pengelolaan kawasan (hutan) konservasi berbasis bioregion dan/atau ekosistem? Seperti yang telah dikemukakan diatas, pendekatan ekosistem memiliki inti pengelolaan lestaridan keberlanjutan dalam arti sederhananya sumberdaya alam yang dikelola tidak lah hilang pada satu atau beberapa periode pengelolaan melainkan masih dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.
Konsep kelestarian yang terkandung dalam prinsip pengelolaan hutan lestari mengandung arti kelestarian fungsi ekosistem hutan secara utuh dan menyeluruh (holistik). Penerapan konsep ini dalam tindakan pengelolaan hutan memerlukan pendekatan pengelolaan yang bersifat terpadu (integrated) pada tingkat kesatuan bentang alam (lendscape) ekologi tertentu. Sifat suatu bioregion adalah adanya keterkaitan dan interaksi antara komponen-komponen penyusunannya termasuk manusia, maka ketika terjadi intervensi kegiatan manusia dalam system bioregion dapat memberikan beberapa pengaruh terhadap komponen-komponen lain dan proses yang bekerja dalam sistem bioregion tertentu. Dengan alasan diatas, maka dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi, proses pengambilan keputusan harus dilakukan setelah mengevakuasi seluruh kemungkinan akibat yang mungkin terjadi terhadap komponen dan proses dari kesatuan-kesatuan ekosistem dan bioregion lain yang berbatasan.
Konsep pendekatan bioregion dalam pengelolaan kawasan (hutan) konservasi dapat dicapai melalui pengadopsian dan penerapan tiga prinsip dasar pengelolaan bebasis ekosistem, yaitu:
⦁ Prinsip Keutuhan (holistic). Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan kawasan (hutan) konservasi harus mempertimbangkan dan sesuai dengan keadaan potensi seluruh komponen ekologi pembentuknya (hayati dan non hayati); kawasan lingkungannya (biofisik, ekonomi, politik, dan social budaya masyarakat), serta memeperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan keseluruhan pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan tersebut serta mampu mendukung keberlanjutan keberadaan alam semesta.
⦁ Prinsip Keterpaduan (integrated). Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan kawasan konservasi harus berlandaskan kepada pertimbangan keseluruhan hubungan ketergantungan dan keterkaitan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan serta pihak-pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan dalam keseluruhan aspek kehidupannya, mencakup ; aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek social-budaya.
⦁ Prinsip Keberlajutan/Kelestarian (Sustainability). Prinsip ini mengandung arti bahwa fungsi dan manfaat ekosistem kawasan konservasi dalam segala bentuk harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi ini dari generasi sekarang dan generasi yang akan datang secara berkelanjutan dengan potensi dan kualitas yang sekurang-kurangnya sama (tidak manurun). Jadi tidak boleh terjadi pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem kawasan yang harus dipikul suatu generasi tertentu akibat keserakahan generasi sebelumnya. Prinsip ini mengandung konsekuensi terhadap luasan kawasan, produktivitas dan kualitas yang setidaknya tetap (tidak berkurang) dalam setiap generasi.
B. Konsep Bioregion dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Bioregion adalah batas darat dan perairan di mana batas tersebut ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari komunitas manusia dan sistem lingkungan. Luas area ini harus cukup besar guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan ekosistem; untuk menyokong proses-proses ekologi yang penting seperti siklus nutrien dan limbah, migrasi dan aliran arus; untuk menjaga habitat dari spesies-species penting; dan juga mencakup komunitas manusia yang terlibat di dalam pengelolaan, penggunaan, dan memahami proses-proses biologi. Wilayah ini juga harus cukup kecil dengan pengertian agar masyarakat lokal bisa juga memperhatikan hal ini (WRI-IUCN-UNEP 1992).
Beberapa elemen bioregion yang dapat disebutkan di sini antara lain daerah tangkapan air, berbagai daerah suaka, lahan kritis, wilayah pesisir dan laut, daerah penggembalaan, daerah pertanian, berbagai institusi berbasis masyarakat yang menyokong perlindungan keanekaragaman hayati dan kota-kota dalam lokasi bioregion berupa berbagai institusi yang menyokong konservasi seperti kebun binatang, aquarium, pusat-pusat rehabilitasi hewan langka dan sebagainya (WRI-IUCN-UNEP 1992).
Basis dari konsep bioregion adalah biogeografi. Biogeografi adalah ilmu yang mempelajari pola distribusi tumbuhan dan hewan dengan menggunakan pendekatan analisis spatial terhadap distribusi organisme. Pada awalnya konsep biogeografi banyak mendapatkan kritik karena jarang
sekali menyentuh faktor-faktor lingkungan alam lainnya dalam satu ekosistem dan faktor manusia dengan aktivitasnya terhadap terjadinya pola distribusi tumbuhan dan hewan tersebut. Hal ini kemudian dipandang sebagai satu kelemahan mendasar dari konsep biogeografi. Karena itu, dalam perkembangan selanjutnya biogeografi mulai menyentuh faktor-faktor ekosistem dan kegiatan-kegiatan manusia untuk memahami pola distribusi organisme mahluk hidup (tumbuhan dan hewan) dalam suatu lingkungan geografi pada masa lalu dan pada saat ini. Bersamaan dengan perkembangan tersebut kemudian muncul istilah baru yang dikenal sebagai konsep Bioregion.
Dengan demikian, konsep bioregion merupakan kajian deterministik dari gabungan pengetahuan tentang klimatologi, fisiografi, hidrologi, geografi tumbuhan (plantgeography), geografi hewan (zoogeography), sejarah kejadian alam, dan beberapa deskriptif ilmu alam lainnya, termasuk manusia dan aktivitasnya serta kaitannya dengan faktor lingkungan alam lainnya sebagai suatu kesatuan ekosistem.
Pengelolaan bioregional menawarkan suatu bentuk yang pengelolaan ruang (berikut semua isinya)yang lebih integratif. Bioregion merupakan unit perencanaan ruang dalam pengelolaan sumber daya alam; yang tidak ditentukan oleh batasan politik dan administratif, tetapi dibatasi oleh batasan geografik, komunitas manusia serta sistem ekologi, dalam suatu cakupan bioregion, secara ekologis. Idealnya, pengelolaan bioregional bersandar pada tiga komponen (Amzu, 2003), yaitu:
⦁ Komponen ekologi, yang terdiri dari kawasan-kawasan ekosistem alam yang saling berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat alami maupun semi alami.
⦁ Komponen ekonomi, yang mendukung usaha pendayagunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dalam matriks budi daya, dengan pengembangan budi daya jenis-jenis unggulan setempat.
⦁ Kompoen sosial budaya, yang dapat memfasilitasi masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya alam serta memberikan peluang bagi pemenuhan kebutuhan sosial/budaya secara lintas generasi.
⦁ Komponen ekologi, yang terdiri dari kawasan-kawasan ekosistem alam yang saling berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat alami maupun semi alami.
⦁ Komponen ekonomi, yang mendukung usaha pendayagunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dalam matriks budi daya, dengan pengembangan budi daya jenis-jenis unggulan setempat.
⦁ Kompoen sosial budaya, yang dapat memfasilitasi masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya alam serta memberikan peluang bagi pemenuhan kebutuhan sosial/budaya secara lintas generasi.
Jika dilihat dari dimensi waktu maka konsep bioregion juga dikembangkan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan suatu daerah. Di Amerika Utara misalnya, pemerintah Kanada dan Amerika Serikat pada tahun 1996 telah mengeluarkan definisi Bioregion yang diadaptasi dari The Bioregional Association of North Americas (BANA). Definisi bioregion ini mencakup :
⦁ Penemuan, pemahaman, restorasi dan pemeliharaan sistem alam lokal;
⦁ Pembangunan dan penerapan cara-cara praktis berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan dasarmanusia;
⦁ Mendukung pembangunan budaya baru berdasarkan situasi hakikat fenomena suatu daerah(biogeography).
⦁ Penemuan, pemahaman, restorasi dan pemeliharaan sistem alam lokal;
⦁ Pembangunan dan penerapan cara-cara praktis berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan dasarmanusia;
⦁ Mendukung pembangunan budaya baru berdasarkan situasi hakikat fenomena suatu daerah(biogeography).
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa paling tidak terdapat 2 perbedaan penting dari konsep bioregion dengan biogeografi, yaitu :
⦁ Dimasukkannya dimensi waktu dalam konsep bioregion, masa yang lalu dan waktu yang akan datang, sebagai unit analisis mengkaji fenomena lingkungan di suatu wilayah; dan
⦁ Dimasukkannya dimensi manusia dan kegiatannya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dalamkonsep bioregion. Sedangkan, kesamaan mendasar dari kedua konsep tersebut adalah digunakannya sudut pandang ruang (spatial) untuk memahami fenomena lingkungan di suatu wilayah.
⦁ Dimasukkannya dimensi waktu dalam konsep bioregion, masa yang lalu dan waktu yang akan datang, sebagai unit analisis mengkaji fenomena lingkungan di suatu wilayah; dan
⦁ Dimasukkannya dimensi manusia dan kegiatannya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dalamkonsep bioregion. Sedangkan, kesamaan mendasar dari kedua konsep tersebut adalah digunakannya sudut pandang ruang (spatial) untuk memahami fenomena lingkungan di suatu wilayah.
Dengan demikian, secara praktis dalam aplikasinya bahwa konsep bioregion tetap bertumpu pada hasil kajian biogeografi atau fenomena geografi, tetapi ditambah dengan tataran kesadaran masyarakat mengenai suatu tempat (ruang) dan kesadaran bagaimana mereka dapat melangsungkan kehidupannya di wilayah tersebut.
C. Bioregion dalam Prospektif Perencanaan Pembangunan Daerah
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa otonomi daerah pada dasarnya bertujuan untuk memberikan keleluasaan daerah mengelola dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakan di daerah maupun dalam tataran nasional. Namun dalam prakteknya ditemukan, khusus dalam hal pengelolaan SDA saat ini terkotak-kotak dalam wilayah administrasi yang kecil-kecil yang seringkali lebih sempit daripada ekosistem serta menimbulkan konflik antar daerah. Padahal daya dukung SDA per daerah administratif tidak sepenuhnya mampu mendukung pembangunan dan kehidupan jangka panjang, sehingga diperlukan kerjasama antar daerah untuk mencapai kesejahteraan bersama dan keberlanjutan sistem penyangga kehidupan. Begitu juga pendekatan pengelolaan SDA yang sektoral seperti pertanian, kehutanan, pertambangan, industri dan kelautan, di mana terjadi perebutan SDA dan tumpang tindihnya kebijakan di antara sektor-sektor tersebut.
Pada pembangunan sentralistik pendekatan yang digunakan cenderung seragam, sementara kemajemukan sosial budaya menjadi kenyataan dalam kehidupan, sehingga pembangunan tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokal.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa otonomi daerah pada dasarnya bertujuan untuk memberikan keleluasaan daerah mengelola dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakan di daerah maupun dalam tataran nasional. Namun dalam prakteknya ditemukan, khusus dalam hal pengelolaan SDA saat ini terkotak-kotak dalam wilayah administrasi yang kecil-kecil yang seringkali lebih sempit daripada ekosistem serta menimbulkan konflik antar daerah. Padahal daya dukung SDA per daerah administratif tidak sepenuhnya mampu mendukung pembangunan dan kehidupan jangka panjang, sehingga diperlukan kerjasama antar daerah untuk mencapai kesejahteraan bersama dan keberlanjutan sistem penyangga kehidupan. Begitu juga pendekatan pengelolaan SDA yang sektoral seperti pertanian, kehutanan, pertambangan, industri dan kelautan, di mana terjadi perebutan SDA dan tumpang tindihnya kebijakan di antara sektor-sektor tersebut.
Pada pembangunan sentralistik pendekatan yang digunakan cenderung seragam, sementara kemajemukan sosial budaya menjadi kenyataan dalam kehidupan, sehingga pembangunan tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokal.
Hal ini menyebabkan pembangunan tidak efektif, tidak efisien dan boros, serta menimbulkan banyak konflik sosial. Namun saat ini, di era desentralisasi pembangunan, terkotak-kotaknya wilayah ekosistem ke dalam wilayah administrasi dan sektoral menyebabkan banyak kelompok masyarakat setempat terganggu kehidupan ekonominya, seperti masyarakat pemburu dan peramu, peladang berpindah dan nelayan tradisional; serta terganggu kebudayaannya seperti system pengetahuan, mata pencarian hidup, teknologi, religi, institusi dan norma-norma sosialnya.
Dalam pengertian sebuah proses, bioregion menekankan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam harus didahului proses orientasi dan identifikasi. Melalui proses tersebut diharapkan masyarakat bertindak arif terhadap lingkungan alami. Kearifan lokal menjadi salah satu pijakan dalam merumuskan konsep bioregion. Masyarakat lokal yang menjadi bagian dan telah mengenal ekosisemnya bisa menjadi pengontrol eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Karakteristik pengelolaan bioregion paling tidak harus mencakup pelibatan semua pihak, penerimaan masyarakat, informasi yang satu dan komprehensif, pengelolaan adaptif, pengembangan keahlian secara kooperatif, dan integrasi kelembagaan. Sebagai suatu pendekatan, bioregion merupakan:
⦁ Pendekatan bawah-atas (bottom-up approach) untuk mendapatkan keseimbangan di antara kebutuhan hidup dan potensi sumber daya alam di dalam wilayah bioregion yang ditentukan berdasarkan kriteria ekonomi, ekologi, dan sosial dengan mengutamakan pemulihan dan pemeliharaan fungsi eksositem untuk mendukung kepentingan masyarakat melalui :
⦁ Tanggungjawab atas kelestarian sumber daya alam;
⦁ Daya tarik budaya dan proses ekologi;
⦁ Tujuan politis desentralisasi dan keseimbangan sosial.
⦁ Dari sudut keanekaragaman hayati bioregion merupakan pendekatan holistik dan tetap mempertahankan kekhasan lokal (local specific) berdasarkan karakteristik, keunikan ekosistem, dan budaya setempat.
Kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus didahului dengan proses orientasi dan identifikasi untuk mengenali karakteristik lokasi di mana pemangku utama tinggal, yang sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi dan keterbatasannya, sehingga masyarakat diharapkan bertindak bijak dan arif terhadap lingkungan alam, dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi lebih efektif karena mengakomodasi keunikan dan karakter sosial-budaya masyarakat setempat.
Prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang dalam pengelolaan sumber daya alam berdasarkan bioregion adalah:
⦁ Pengelolaan suatu bioregion tidak dibatasi oleh batas wilayah administratif dan batas etnis.
⦁ Pengelolaan bioregion dilakukan dengan manajemen berkelanjutan (sustainable management) yang bercorak kolaboratif,partisipatif, dan koordinatif
⦁ Dapat dikelola (manageable)
⦁ Mengacu pada realitas sekarang
⦁ Keterwakilan dan repetisi
⦁ Aktivitas konservasi tidak hanya sebatas dalam kawasan konservasi, tetapi mencakup kawasan di luar konservasi
⦁ Holistik dan lokal spesifik
⦁ Tercapainya sistem pengelolaan yang adil, demokratis, transparan dan akuntabilitas
⦁ Terjadinya keterlekatan antar semua pihak; dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dan lokal.
Elemen bioregion yang harus diperhitungkan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah:
⦁ Kawasan Lindung yang terdiri dari berbagai ekosistem alam yang dilindungi
⦁ Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dikelola secara kesatuan yang utuh dari hulu hingga muara/batas kontinen, termasuk manusia yang hidup dan tinggal di dan sekitar DAS
⦁ Kawasan Pesisir dan Laut yang dikelola untuk melindungi ekosistem-ekosistem kunci
⦁ Teluk
⦁ Kawasan Budidaya Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan yang dikelola untuk tujuan jangka panjang
⦁ Lahan terdegradasi yang direhabilitasi untuk berbagai penggunaan yang berorientasi jangka panjang
⦁ Pertambangan yang dikelola untuk efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, dengan meminimalisasi dampak negatif dan memberikan manfaat bagi sektor lain
⦁ Ekosistem Pulau Kecil/Kelompok Pulau Kecil tak dihuni dan dikelola untuk kantong keanekaragaman hayati
⦁ Institusi/Kelembagaan berbasis komunitas lokal yang mendukung upaya konservasi keanekaragaman hayati
⦁ Ekosistem kota yang dikelola untuk mendukung pendanaan konservasi keanekaragaman hayati
⦁ Industri
⦁ Manusia dan kebudayaannya (sistem pengetahuan, mata pencarian, teknologi, bahasa, religi, struktur dan pranata sosial)
⦁ Sistem penguasaan sumber daya alam (kepemilikan dan akses)
⦁ Administrasi pemerintahan dan kebijakan
⦁ Sejarah komunitas
⦁ Mobilitas dan interaksi sosial
⦁ Variabel demografi.
Sedangkan karakter dari bioregion mencakup:
⦁ Wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, flora dan fauna asli yang menggambarkan kondisi geografis dan kondisi kesadaran untuk hidup di daerah tersebut; Bioregion menyatukan ekosistem alam dengan masyarakat dalam konteks tempat tertentu. Batas-batas bioregion harus mampu menjamin integritas, resiliensi, produktivitas dan keberagaman ekosistem dalam jangka waktu panjang;
⦁ Tidak dibatasi oleh batas administratif dan batas etnis;
⦁ Riset dan monitoring;
⦁ Pemanfaatan pengetahuan : tradisional, lokal dan ilmiah;
⦁ Pengelolaan adaptif;
⦁ Rehabilitasi dan restorasi;
⦁ Pengembangan keahlian kooperatif;
⦁ Keterpaduan kelembagaan;
⦁ Kerjasama internasional.
Dengan pendekatan bioregion maka persoalan-persoalan pengelolaan sumber daya alam dapat diatasi, karena dengan pendekatan bioregion berarti :
⦁ Mengurangi dikotomi dan kesenjangan perkotaan-perdesaan dalam pembangunan berkelanjutan
⦁ Menyatukan dan mensinkronkan kegiatan pembangunan di darat dan di laut
⦁ Mengintegrasikan komponen ekologi, ekonomi dan sosial dengan berbasis pada masyarakat dan para pemangku kepentingan lokal, serta bersifat lintas daerah dan lintas sektoral, sehingga mendorong penyelesaian sengketa antar daerah, antar sektor, antar pemangku kepentingan
⦁ Mendorong kerjasama antar daerah dan memungkinkan adanya sistem insentif dan disinsentif antar daerah dalam pengelolaan sda
⦁ Bersifat bottom up, lintas daerah dan lintas sektoral, sehingga kepentingan kelompok masyarakat rentan tersebut di atas dapat diakui dan diakomodasikan
⦁ Mengakui keberagaman itu dan setiap pembangunan disesuaikan dengan karakteristik local (ekosistem dan sosial budaya setempat)
⦁ Menggunakan pendekatan desentralisasi dan menjamin keadilan antar dan inter generasi, kesetaraan gender serta membuka akses terhadap sda yang lebih besar bagi masyarakat lokal, memiliki system yang transparan dan bertanggung jawab (accountability), dan menggunakan indikator pembangunan yang memasukan unsur penyusutan sda dan lingkungan hidup.
⦁ Lintas daerah dan lintas sektoral yang mendorong penegakan hukum yang terpadu, walaupun hokum dan sistem hukum yang ada masih lemah
⦁ Mengakui keberagaman sosial budaya, termasuk hukum adat, memberi ruang bagi tumbuh dan berkembangnya hukum-hukum lokal yang lebih sesuai dengan sistem nilai pengeloaan sda setempat, sehingga meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum.
⦁ Mengakui keberadaan hak-hak masyarakat dalam pengelolaan sda, sehingga mandat bisa diberikan oleh negara kepada masyarakat setempat untuk mengelola sda secara berkelanjutan. Dengan demikian, masyarakat setempat mempunyai kekuatan hukum untuk mengatur pengelolaan sda dan mencegah eksploitasi yang berlebihan.
Pendekatan bioregion juga mensyaratkan adanya kewajiban melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan SDA, yaitu :
Generasi yang akan datang, diwakili oleh organisasi non pemerintah (ornop) lingkungan hidup, yang mempunyai kepentingan untuk dapat menikmati SDA sekurang-kurangnya sama seperti yang dinikmati generasi sekarang. Masyarakat adat, yang berkepentingan melestarikan dan menjaga keberlanjutan SDA, meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kehidupan sosial budayanya dari pengelolaan SDA, dan pengambilan keputusan tentang pengelolaan SDA di wilayahnya.
Masyarakat lokal, yang berkepentingan meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui pemanfaatan SDA, seperti masyarakat peladang berpindah, pemburu dan peramu, pengumpul rotan dan hasil hutan lainnya, penambang tradisional, petani, buruh, nelayan tradisional, dan lain-lain.
Masyarakat pendatang, yang berkepentingan untuk memperbaiki kesejahteraan ekonominya dengan ikut memanfaatkan SDA, misalnya pembuka tambak, petani komoditas, nelayan, penambang raakyat, penebang kayu, dan lain-lain. Buruh, yang berkepentingan untuk memperoleh pekerjaan dari kegiatan pengelolaan SDA, misalnya buruh HPH-HTI, buruh tambang, buruh nelayan, buruh tani, buruh tambak, buruh pabrik kayu, buruh perkebunan, buruh industri yang berbasis SDA, dan lain-lain. Masyarakat global, yang berkepentingan melestarikan keanekaragaman hayati dan keberlanjutan fungsi ekosistem dunia dengan mencegah perubahan iklim akibat pemanasan global dan menikmati jasa lingkungan dari SDA (pariwisata).
Kaum perempuan, yang berkepentingan untuk mendapatkan hak dan akses yang sama dengan laki-laki dalam pengelolaan SDA dan pengambilan keputusan tentang pengelolaan SDA. Pedagang yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan komoditi SDA, misalnya pedagang kayu, rotan, kopi, ikan, udang, dan lain-lain.
Investor domestik dan asing, orang atau kelompok orang yang menanamkan modalnya dalam pengelolaan SDA, dan berharap mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan dari investasinya. Pemerintah daerah yang berkepentingan meningkatkan pendapatan asli daerahnya dan kesejahteraan masyarakatnya melalui pengelolaan SDA. Pemerintah pusat yang berkepentingan meningkatkan pendapatan dan devisa negara serta kesejahteraan rakyatnya melalui pengelolaan SDA. Ilmuwan yang berkepentingan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk keberlanjutan fungsi SDA. Lembaga donor yang berkepentingan untuk meningkatkan efektivitas manfaat dan daya guna dana bantuan yang diberikannya.
Lembaga keuangan yang berkepentingan memperoleh jaminan untuk pengembalian uang yang dipinjamkannya melalui kepastian iklim usaha. Kaum profesional di bidangnya (rimbawan, masyarakat pertambangan) yang berkepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan mengaplikasikan keahlian dibidangnya. Para politisi yang berkepentingan mendapatkan dukungan politik dari pengelolaan dan pola alokasi SDA.
Dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di era otonomi daerah, tujuan yang harus dicapai antara lain keseimbangan antara ekonomi, politik, sosial, budaya dan lingkungan. Penguasaan aspek-aspek wilayah, baik secara geografis, demografis dan inventarisasi sumber daya alam di darat dan di laut. Daerah aliran sungai (DAS), kondisi iklim dan kondisi fisik harus dikaji mendalam baik secara kuntitatif, maupun secara kualitatif, Memperhitungkan faktor pembatas/hambatan baik secara ekologi maupun sosial yang dikaji secara kualitatif dan kuantitatif, Menganalisis kemampuan dalam bidang pembiayaan, peralatan/perbekalan dan tenaga kerja secara kualitatif dan kuantitatif.
Pembangunan daerah mengacu berbagai prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan alami dan budaya berbasis bioregion sebagaimana dipaparkan di muka, secara berkelanjutan memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi ecotourism dan bahkan edutourism, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan pendapatan daerah.
Pengembangan ekosistem alami dan buatan di daerah dalam ke arah ecotourism maupun edutourism dalam konteks pembangunan daerah tentunya membutuhkan forum lokal yang mampu menampung dan memfasilitasi kebutuhan pengguna (stakeholder) yang bekerja secara sinergis untuk tujuan bersama. Pengembangan yang dimaksud hendaknya tetap mengacu pada upaya-upaya peningkatan perekonomian masyarkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar