Selasa, 28 April 2015

Perspektif Konsep Bioregion Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

A. Bioregion

Secara geologi, dampak dari sembarang kegiatan pembangunan yang tidak terkontrol dimana saja kegiatan itu berada, memiliki potensi yang dapat merusak ketersediaan sumberdaya alam. Mengingat hal tersebut maka suatu pola dan system pengelolaan sumberdaya alam yang berasaskan kelestarian sangat mendesak untuk diterapkan dimana salah satunya melalui pendekatan bioregion dan atau ekosistem.

Bioregion adalah kawasan atau wilayah geografi yang relative luas dan memiliki bentang alam serta kekayaan jenis keanekaragaman hayati yang tinggi dimana proses lingkungan alaminya mempengaruhi fungsi-fungsi ekosistem didalamnya. Bioregion terkait dengan system alaminya mempengaruhi fungsi-fungsi ekosistem didalamnya. Bioregion terkait dengan system bentang alam, karakteristik resapan air, bentuk lahan, spesies tumbuhan dan satwa dan budaya manusia. Defenisi diatas menunjuAkkan bahwa suatu batasan bioregion ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari komunitas manusia dan system lingkungan yang ekerja didalamnya.

Luas suatu bioregion bias mencapai ribuan hingga hektar, bias juga tidak lebih dari luas suatu daerah tangkapan air atau bias seluas suatu provinsi atau Negara bagian. Pada kasus kasus tertentu batasannya bisa mencakup dua atau lebih Negara bergantung pada permasalahan. Luas area ini harus cukup besar guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan ekosistem; untuk menyokong proses-proses ekologi yang penting seperti siklus nutrient; untuk menjaga habitat dari spesies-spesies penting; dan juga mencakup komunitas manusisa yang telibat dalam pengelolaan, penggunaan, dan memahami proses-proses biologi. Wilayah ini juga harus cukup kecil dengan pengertian agar masyarakat local bisa juga memperhatikan dan juga terlibat secara aktif didalam pengelolaannya.

Pengelolaan wilayah dan sumberdaya alam dengan menggunakan pendekatan bioregion memberikan keuntungan-keuntungan baik dari segi ekologi, ekonomi maupun social. Hal ini disebabkan karena dalam pemanfaatan tersebut ada keterkaitan Antara komponen biologi serta ekosistem dan manusisa yang merupakan syarat mutlak yang diperlukan untukl menjamin keberlanjutan dari proses-peoses alam yang terjadi pada wilayah tersebut, dimana dalam pendekatan ini wilayah dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Sebagai contoh : wilayah dapat dibagi atas mintakat –mintakat tertentu sesuai keunikan, sensifitas konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah dan sumberdaya alamnya.

Pembagian wilayah atas zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan adalah contoh penggunaan konsep bioregion dalam pengelolaan suatu wilayah dan sumberdaya alamnya.
Konsep pengelolaan sumberdaya alam melalui pendekatan bioregion tidak berbeda jauh dengan pengelolaan berbasis ekosistem. Pengelolaan ekosistem sebagai pengintegrasian prinsip-prinsip ekologis, ekonomis, dan social dalam pengelolaan ekosistem biologi dan fisik dalam suatu cara melindungi, menjaga dan memepertahankan keberlajnjutan ekologis, keanekaragaman alami dan produktivitas dari suatu bentang alam.

Dengan pendekatan ekosistem dan/atau bioregion, pengelolaan dilakukan dalam suatu kesatuan bentang alam yang dibatasi menurut batas-batas ekologis dan bersifat spesifik lokasi dimana keberlangsungan dan pelestarian fungsi ekosistem mencakup fungsi-fungsi ekologis, ekonomi dan social menjadi perhatian utama yang mengimplementasikan dalam tindakan-tindakan pemulihan, pembinaan dan pemanfaatan secara lestari melalui pengintegrasian multidisiplin.
Khusus untuk sumberdaya hutan, dasar dan alasan mengapa hutan perlu dikelola berdasarkan pendekatan bioregion dan/atau ekosistem tertuang dalam karakteristik khas pengelolaan hutan, yaitu:

⦁ Jasa lingkungan sebagai keluaran yang mutlak hadir dalam pengelolaan hutan,
⦁ Hutan bersifat multifungsi yang memelukan pendekatan optimalisasi,
⦁ Dasil dan produksi kayu oleh hutan bersifat melekat pasda pohon penyusun tegakan hutan itu sendiri,
⦁ Dimensi waktu dalam pengelolaannya yang bersifat tidak terhingga dan.
⦁ Proses pemulihan kondisi tegakan yang lebih mengandalkan factor-faktor alamiah.

Bagaimana halnya dengan pengelolaan kawasan (hutan) konservasi berbasis bioregion dan/atau ekosistem? Seperti yang telah dikemukakan diatas, pendekatan ekosistem memiliki inti pengelolaan lestaridan keberlanjutan dalam arti sederhananya sumberdaya alam yang dikelola tidak lah hilang pada satu atau beberapa periode pengelolaan melainkan masih dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya.

Konsep kelestarian yang terkandung dalam prinsip pengelolaan hutan lestari mengandung arti kelestarian fungsi ekosistem hutan secara utuh dan menyeluruh (holistik). Penerapan konsep ini dalam tindakan pengelolaan hutan memerlukan pendekatan pengelolaan yang bersifat terpadu (integrated) pada tingkat kesatuan bentang alam (lendscape) ekologi tertentu. Sifat suatu bioregion adalah adanya keterkaitan dan interaksi antara komponen-komponen penyusunannya termasuk manusia, maka ketika terjadi intervensi kegiatan manusia dalam system bioregion dapat memberikan beberapa pengaruh terhadap komponen-komponen lain dan proses yang bekerja dalam sistem bioregion tertentu. Dengan alasan diatas, maka dalam pengelolaan suatu kawasan konservasi, proses pengambilan keputusan harus dilakukan setelah mengevakuasi seluruh kemungkinan akibat yang mungkin terjadi terhadap komponen dan proses dari kesatuan-kesatuan ekosistem dan bioregion lain yang berbatasan.

Konsep pendekatan bioregion dalam pengelolaan kawasan (hutan) konservasi dapat dicapai melalui pengadopsian dan penerapan tiga prinsip dasar pengelolaan bebasis ekosistem, yaitu:
⦁ Prinsip Keutuhan (holistic). Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan kawasan (hutan) konservasi harus mempertimbangkan dan sesuai dengan keadaan potensi seluruh komponen ekologi pembentuknya (hayati dan non hayati); kawasan lingkungannya (biofisik, ekonomi, politik, dan social budaya masyarakat), serta memeperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan keseluruhan pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan tersebut serta mampu mendukung keberlanjutan keberadaan alam semesta.
⦁ Prinsip Keterpaduan (integrated). Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan kawasan konservasi harus berlandaskan kepada pertimbangan keseluruhan hubungan ketergantungan dan keterkaitan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan serta pihak-pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan dalam keseluruhan aspek kehidupannya, mencakup ; aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek social-budaya.
⦁ Prinsip Keberlajutan/Kelestarian (Sustainability). Prinsip ini mengandung arti bahwa fungsi dan manfaat ekosistem kawasan konservasi dalam segala bentuk harus dapat dinikmati oleh umat manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi ini dari generasi sekarang dan generasi yang akan datang secara berkelanjutan dengan potensi dan kualitas yang sekurang-kurangnya sama (tidak manurun). Jadi tidak boleh terjadi pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem kawasan yang harus dipikul suatu generasi tertentu akibat keserakahan generasi sebelumnya. Prinsip ini mengandung konsekuensi terhadap luasan kawasan, produktivitas dan kualitas yang setidaknya tetap (tidak berkurang) dalam setiap generasi.

B. Konsep Bioregion dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Bioregion adalah batas darat  dan perairan di mana batas tersebut ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari komunitas manusia dan sistem lingkungan. Luas area ini harus cukup besar guna mempertahankan integritas komunitas biologi wilayah tersebut, habitat dan ekosistem;  untuk menyokong proses-proses  ekologi  yang penting seperti  siklus nutrien dan limbah, migrasi  dan aliran arus; untuk menjaga  habitat  dari  spesies-species  penting;   dan  juga  mencakup komunitas  manusia  yang  terlibat  di  dalam pengelolaan,  penggunaan,  dan  memahami  proses-proses biologi.  Wilayah  ini  juga  harus  cukup  kecil  dengan  pengertian  agar  masyarakat  lokal  bisa  juga memperhatikan hal ini (WRI-IUCN-UNEP 1992).

Beberapa  elemen bioregion yang  dapat  disebutkan di  sini  antara  lain  daerah  tangkapan air, berbagai daerah suaka, lahan kritis, wilayah pesisir dan laut, daerah penggembalaan, daerah pertanian, berbagai  institusi  berbasis  masyarakat  yang  menyokong  perlindungan  keanekaragaman  hayati  dan kota-kota dalam lokasi bioregion berupa berbagai  institusi yang menyokong konservasi seperti  kebun binatang, aquarium, pusat-pusat rehabilitasi hewan langka dan sebagainya (WRI-IUCN-UNEP 1992).

Basis dari konsep bioregion adalah biogeografi. Biogeografi adalah ilmu yang mempelajari pola distribusi  tumbuhan dan hewan dengan menggunakan pendekatan analisis  spatial  terhadap  distribusi organisme. Pada awalnya konsep biogeografi banyak mendapatkan kritik karena jarang
sekali menyentuh faktor-faktor  lingkungan alam lainnya dalam satu ekosistem dan faktor  manusia  dengan aktivitasnya terhadap terjadinya pola distribusi tumbuhan dan hewan tersebut.  Hal  ini kemudian dipandang sebagai satu  kelemahan  mendasar  dari  konsep  biogeografi.  Karena  itu,  dalam  perkembangan  selanjutnya biogeografi  mulai  menyentuh faktor-faktor ekosistem dan kegiatan-kegiatan manusia untuk memahami pola distribusi organisme mahluk hidup (tumbuhan dan hewan) dalam suatu lingkungan geografi  pada masa lalu dan pada saat  ini.  Bersamaan dengan perkembangan tersebut kemudian muncul istilah baru yang dikenal sebagai konsep Bioregion.

Dengan demikian, konsep bioregion merupakan kajian deterministik dari gabungan pengetahuan tentang  klimatologi,  fisiografi,  hidrologi,  geografi  tumbuhan  (plantgeography),  geografi  hewan (zoogeography), sejarah kejadian alam, dan beberapa deskriptif ilmu alam lainnya, termasuk manusia dan aktivitasnya serta kaitannya dengan faktor lingkungan alam lainnya sebagai suatu kesatuan ekosistem.

Pengelolaan bioregional menawarkan suatu bentuk yang pengelolaan ruang (berikut semua isinya)yang lebih integratif. Bioregion merupakan unit perencanaan ruang dalam pengelolaan sumber daya alam; yang  tidak  ditentukan  oleh  batasan  politik  dan  administratif,  tetapi  dibatasi  oleh  batasan  geografik, komunitas  manusia  serta  sistem ekologi,  dalam suatu  cakupan  bioregion,  secara  ekologis.  Idealnya, pengelolaan bioregional bersandar pada tiga komponen (Amzu, 2003), yaitu:
⦁ Komponen ekologi, yang terdiri dari kawasan-kawasan ekosistem alam yang saling berhubungan satu sama lain melalui koridor, baik habitat alami maupun semi alami.
⦁ Komponen  ekonomi,  yang  mendukung  usaha  pendayagunaan  keanekaragaman  hayati  secara berkelanjutan  dalam matriks  budi  daya,  dengan  pengembangan  budi  daya  jenis-jenis  unggulan setempat.
⦁ Kompoen  sosial  budaya,  yang  dapat  memfasilitasi  masyarakat  lokal  dalam perencanaan  dan pengambilan keputusan mengenai  pemanfaatan sumber  daya alam serta memberikan peluang bagi pemenuhan kebutuhan sosial/budaya secara lintas generasi.

Jika dilihat dari dimensi waktu maka konsep bioregion juga dikembangkan sebagai dasar  untuk menyusun perencanaan suatu daerah.  Di  Amerika  Utara  misalnya,  pemerintah Kanada  dan Amerika Serikat  pada tahun 1996 telah mengeluarkan definisi  Bioregion yang diadaptasi  dari  The Bioregional Association of North Americas (BANA). Definisi bioregion ini mencakup :
⦁ Penemuan, pemahaman, restorasi dan pemeliharaan sistem alam lokal;
⦁ Pembangunan dan penerapan cara-cara praktis  berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan dasarmanusia;
⦁ Mendukung  pembangunan  budaya  baru  berdasarkan  situasi  hakikat  fenomena  suatu  daerah(biogeography).

Dari  definisi  di  atas  dapat  diketahui  bahwa  paling  tidak  terdapat  2  perbedaan  penting  dari  konsep bioregion dengan biogeografi, yaitu :
⦁ Dimasukkannya dimensi waktu dalam konsep bioregion, masa yang lalu dan waktu yang akan datang, sebagai unit analisis mengkaji fenomena lingkungan di suatu wilayah; dan
⦁ Dimasukkannya dimensi manusia dan kegiatannya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dalamkonsep bioregion. Sedangkan, kesamaan mendasar dari kedua konsep tersebut adalah digunakannya sudut pandang ruang (spatial) untuk memahami fenomena lingkungan di suatu wilayah.

Dengan demikian, secara praktis dalam aplikasinya bahwa konsep bioregion tetap bertumpu pada hasil kajian  biogeografi  atau  fenomena  geografi,  tetapi  ditambah  dengan  tataran  kesadaran  masyarakat mengenai suatu tempat (ruang) dan kesadaran bagaimana mereka dapat melangsungkan kehidupannya di wilayah tersebut.

C. Bioregion dalam Prospektif Perencanaan Pembangunan Daerah
Sebagaimana telah dikemukakan di atas,  bahwa otonomi  daerah pada dasarnya bertujuan untuk memberikan keleluasaan daerah mengelola dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakan di daerah  maupun  dalam  tataran  nasional.  Namun  dalam  prakteknya  ditemukan,  khusus  dalam hal pengelolaan SDA saat  ini terkotak-kotak dalam wilayah administrasi  yang kecil-kecil  yang seringkali lebih sempit daripada ekosistem serta menimbulkan konflik antar daerah. Padahal daya dukung SDA per daerah administratif tidak sepenuhnya mampu mendukung pembangunan dan kehidupan jangka panjang, sehingga diperlukan kerjasama antar  daerah untuk mencapai  kesejahteraan bersama dan keberlanjutan sistem penyangga kehidupan. Begitu juga pendekatan pengelolaan SDA yang sektoral seperti pertanian, kehutanan, pertambangan, industri dan kelautan, di mana terjadi perebutan SDA dan tumpang tindihnya kebijakan di antara sektor-sektor tersebut.
Pada  pembangunan  sentralistik  pendekatan  yang  digunakan  cenderung  seragam,  sementara kemajemukan sosial  budaya menjadi kenyataan dalam kehidupan, sehingga pembangunan tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lokal.

Hal ini menyebabkan pembangunan tidak efektif, tidak efisien dan boros, serta menimbulkan banyak konflik sosial. Namun saat ini, di era desentralisasi pembangunan, terkotak-kotaknya wilayah ekosistem ke dalam wilayah administrasi dan sektoral menyebabkan banyak kelompok  masyarakat  setempat  terganggu  kehidupan  ekonominya,  seperti  masyarakat  pemburu  dan peramu,  peladang  berpindah  dan  nelayan  tradisional;  serta  terganggu  kebudayaannya  seperti  system pengetahuan, mata pencarian hidup, teknologi, religi, institusi dan norma-norma sosialnya.

Dalam pengertian sebuah proses, bioregion menekankan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam harus didahului proses orientasi dan identifikasi. Melalui proses tersebut diharapkan masyarakat bertindak arif terhadap lingkungan alami.  Kearifan lokal  menjadi salah satu pijakan dalam merumuskan konsep bioregion.  Masyarakat  lokal  yang  menjadi  bagian  dan  telah  mengenal  ekosisemnya  bisa  menjadi pengontrol eksploitasi  sumber  daya alam yang berlebihan. Karakteristik pengelolaan bioregion paling tidak  harus  mencakup  pelibatan  semua  pihak,  penerimaan  masyarakat,  informasi  yang  satu  dan komprehensif, pengelolaan adaptif, pengembangan keahlian secara kooperatif, dan integrasi kelembagaan. Sebagai suatu pendekatan, bioregion merupakan:
⦁ Pendekatan bawah-atas (bottom-up approach) untuk mendapatkan keseimbangan di antara kebutuhan hidup dan potensi sumber daya alam di dalam wilayah bioregion yang ditentukan berdasarkan kriteria ekonomi,  ekologi,  dan sosial dengan mengutamakan pemulihan dan pemeliharaan fungsi eksositem untuk mendukung kepentingan masyarakat melalui :
⦁ Tanggungjawab atas kelestarian sumber daya alam;
⦁ Daya tarik budaya dan proses ekologi;
⦁ Tujuan politis desentralisasi dan keseimbangan sosial.
⦁ Dari  sudut  keanekaragaman  hayati  bioregion  merupakan  pendekatan holistik dan  tetap mempertahankan kekhasan lokal (local specific) berdasarkan karakteristik, keunikan ekosistem, dan budaya setempat.

Kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus didahului dengan proses orientasi dan identifikasi untuk mengenali  karakteristik  lokasi  di  mana  pemangku  utama  tinggal,  yang  sangat  berguna  untuk mengidentifikasi potensi dan keterbatasannya, sehingga masyarakat diharapkan bertindak bijak dan arif terhadap lingkungan alam, dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam menjadi lebih efektif karena mengakomodasi keunikan dan karakter sosial-budaya masyarakat setempat.

Prinsip-prinsip  dasar  yang  harus  dipegang  dalam pengelolaan  sumber  daya  alam berdasarkan bioregion adalah:
⦁ Pengelolaan suatu bioregion tidak dibatasi oleh batas wilayah administratif dan batas etnis.
⦁ Pengelolaan bioregion dilakukan dengan manajemen berkelanjutan (sustainable management) yang bercorak kolaboratif,partisipatif, dan koordinatif
⦁ Dapat dikelola (manageable)
⦁ Mengacu pada realitas sekarang
⦁ Keterwakilan dan repetisi
⦁ Aktivitas konservasi tidak hanya sebatas dalam kawasan konservasi, tetapi mencakup kawasan di luar konservasi
⦁ Holistik dan lokal spesifik
⦁ Tercapainya sistem pengelolaan yang adil, demokratis, transparan dan akuntabilitas
⦁ Terjadinya keterlekatan antar semua pihak; dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dan lokal.
Elemen bioregion yang harus diperhitungkan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah:
⦁ Kawasan Lindung yang terdiri dari berbagai ekosistem alam yang dilindungi
⦁ Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dikelola secara kesatuan yang utuh dari hulu hingga muara/batas kontinen, termasuk manusia yang hidup dan tinggal di dan sekitar DAS
⦁ Kawasan Pesisir dan Laut yang dikelola untuk melindungi ekosistem-ekosistem kunci
⦁ Teluk
⦁ Kawasan Budidaya Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan yang dikelola untuk tujuan jangka panjang
⦁ Lahan terdegradasi yang direhabilitasi untuk berbagai penggunaan yang berorientasi jangka panjang
⦁ Pertambangan yang dikelola untuk efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, dengan meminimalisasi dampak negatif dan memberikan manfaat bagi sektor lain
⦁ Ekosistem Pulau Kecil/Kelompok Pulau Kecil tak dihuni dan dikelola untuk kantong keanekaragaman hayati
⦁ Institusi/Kelembagaan berbasis komunitas lokal yang mendukung upaya konservasi keanekaragaman hayati
⦁ Ekosistem kota yang dikelola untuk mendukung pendanaan konservasi keanekaragaman hayati
⦁ Industri
⦁ Manusia dan kebudayaannya (sistem pengetahuan, mata pencarian, teknologi, bahasa, religi, struktur dan pranata sosial)
⦁ Sistem penguasaan sumber daya alam (kepemilikan dan akses)
⦁ Administrasi pemerintahan dan kebijakan
⦁ Sejarah komunitas
⦁ Mobilitas dan interaksi sosial
⦁ Variabel demografi.

Sedangkan karakter dari bioregion mencakup:
⦁ Wilayah  geografis  yang  memiliki  kesamaan  ciri  iklim,  tanah,  flora  dan  fauna  asli  yang menggambarkan kondisi geografis dan kondisi kesadaran untuk hidup di daerah tersebut;  Bioregion menyatukan ekosistem alam dengan masyarakat dalam konteks tempat tertentu. Batas-batas bioregion harus mampu menjamin integritas, resiliensi, produktivitas dan keberagaman ekosistem dalam jangka waktu panjang;
⦁ Tidak dibatasi oleh batas administratif dan batas etnis;
⦁ Riset dan monitoring;
⦁ Pemanfaatan pengetahuan : tradisional, lokal dan ilmiah;
⦁ Pengelolaan adaptif;
⦁ Rehabilitasi dan restorasi;
⦁ Pengembangan keahlian kooperatif;
⦁ Keterpaduan kelembagaan;
⦁ Kerjasama internasional.

Dengan pendekatan bioregion maka persoalan-persoalan pengelolaan sumber  daya alam dapat  diatasi, karena dengan pendekatan bioregion berarti :
⦁ Mengurangi dikotomi dan kesenjangan perkotaan-perdesaan dalam pembangunan berkelanjutan
⦁ Menyatukan dan mensinkronkan kegiatan pembangunan di darat dan di laut
⦁ Mengintegrasikan komponen ekologi, ekonomi dan sosial dengan berbasis pada masyarakat dan para pemangku kepentingan lokal,  serta bersifat  lintas  daerah dan lintas  sektoral,  sehingga mendorong penyelesaian sengketa antar daerah, antar sektor, antar pemangku kepentingan
⦁ Mendorong kerjasama antar daerah dan memungkinkan adanya sistem insentif dan disinsentif antar daerah dalam pengelolaan sda
⦁ Bersifat bottom up, lintas daerah dan lintas sektoral,  sehingga kepentingan kelompok masyarakat rentan tersebut di atas dapat diakui dan diakomodasikan
⦁ Mengakui  keberagaman  itu  dan  setiap  pembangunan  disesuaikan  dengan  karakteristik  local (ekosistem dan sosial budaya setempat)
⦁ Menggunakan pendekatan desentralisasi dan menjamin keadilan antar dan inter generasi, kesetaraan gender serta membuka akses terhadap sda yang lebih besar bagi masyarakat lokal, memiliki system yang transparan dan bertanggung jawab (accountability), dan menggunakan indikator pembangunan yang memasukan unsur penyusutan sda dan lingkungan hidup.
⦁ Lintas daerah dan lintas sektoral yang mendorong penegakan hukum yang terpadu, walaupun hokum dan sistem hukum yang ada masih lemah
⦁ Mengakui keberagaman sosial  budaya,  termasuk hukum adat,  memberi  ruang bagi tumbuh dan berkembangnya hukum-hukum lokal yang lebih sesuai dengan sistem nilai pengeloaan sda setempat, sehingga meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum.
⦁ Mengakui keberadaan hak-hak masyarakat dalam pengelolaan sda, sehingga mandat bisa diberikan oleh  negara  kepada  masyarakat  setempat  untuk  mengelola  sda secara  berkelanjutan.  Dengan demikian, masyarakat setempat mempunyai kekuatan hukum untuk mengatur pengelolaan sda dan mencegah eksploitasi yang berlebihan.

Pendekatan  bioregion  juga  mensyaratkan  adanya  kewajiban  melibatkan  pemangku  kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan SDA, yaitu :
Generasi yang akan datang, diwakili  oleh organisasi  non pemerintah (ornop) lingkungan hidup, yang mempunyai kepentingan untuk dapat menikmati SDA sekurang-kurangnya sama seperti yang dinikmati generasi sekarang. Masyarakat  adat,  yang  berkepentingan  melestarikan  dan  menjaga  keberlanjutan  SDA, meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kehidupan sosial budayanya dari pengelolaan SDA, dan pengambilan keputusan tentang pengelolaan SDA di wilayahnya.

Masyarakat lokal, yang berkepentingan meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui pemanfaatan SDA,  seperti  masyarakat  peladang berpindah, pemburu dan peramu, pengumpul rotan dan hasil hutan lainnya, penambang tradisional, petani, buruh, nelayan tradisional, dan lain-lain.

Masyarakat pendatang, yang berkepentingan untuk memperbaiki kesejahteraan ekonominya dengan ikut  memanfaatkan  SDA,  misalnya  pembuka  tambak,  petani  komoditas,  nelayan,  penambang raakyat, penebang kayu, dan lain-lain. Buruh,  yang  berkepentingan  untuk  memperoleh  pekerjaan  dari  kegiatan  pengelolaan  SDA, misalnya buruh HPH-HTI, buruh tambang, buruh nelayan, buruh tani, buruh tambak, buruh pabrik kayu, buruh perkebunan, buruh industri yang berbasis SDA, dan lain-lain. Masyarakat  global,  yang berkepentingan melestarikan keanekaragaman hayati  dan keberlanjutan fungsi ekosistem dunia dengan mencegah perubahan iklim akibat pemanasan global dan menikmati jasa lingkungan dari SDA (pariwisata).

Kaum perempuan,  yang berkepentingan untuk mendapatkan hak dan akses  yang sama  dengan laki-laki dalam pengelolaan SDA dan pengambilan keputusan tentang pengelolaan SDA. Pedagang yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan komoditi SDA, misalnya pedagang kayu, rotan, kopi, ikan, udang, dan lain-lain.

Investor  domestik  dan asing,  orang atau  kelompok  orang yang menanamkan modalnya  dalam pengelolaan SDA, dan berharap mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan dari investasinya. Pemerintah  daerah  yang  berkepentingan  meningkatkan  pendapatan  asli  daerahnya  dan kesejahteraan masyarakatnya melalui pengelolaan SDA. Pemerintah  pusat  yang  berkepentingan  meningkatkan  pendapatan  dan  devisa  negara  serta kesejahteraan rakyatnya melalui pengelolaan SDA. Ilmuwan  yang  berkepentingan  mengembangkan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  untuk keberlanjutan fungsi SDA. Lembaga donor yang berkepentingan untuk meningkatkan efektivitas manfaat dan daya guna dana bantuan yang diberikannya.

Lembaga keuangan yang  berkepentingan  memperoleh jaminan untuk pengembalian  uang yang dipinjamkannya melalui kepastian iklim usaha. Kaum profesional di bidangnya (rimbawan, masyarakat pertambangan) yang berkepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan mengaplikasikan keahlian dibidangnya. Para politisi yang berkepentingan mendapatkan dukungan politik dari pengelolaan dan pola alokasi SDA.

Dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan di era otonomi daerah, tujuan yang harus dicapai antara lain keseimbangan antara ekonomi, politik, sosial, budaya dan lingkungan. Penguasaan aspek-aspek wilayah, baik secara geografis, demografis dan inventarisasi sumber daya alam di darat dan di laut. Daerah aliran sungai (DAS), kondisi iklim dan kondisi fisik harus dikaji mendalam baik secara kuntitatif, maupun secara kualitatif, Memperhitungkan faktor pembatas/hambatan baik secara ekologi maupun sosial yang dikaji secara kualitatif dan kuantitatif, Menganalisis kemampuan dalam bidang pembiayaan, peralatan/perbekalan dan tenaga kerja secara kualitatif dan kuantitatif.

Pembangunan daerah mengacu berbagai prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan alami dan budaya berbasis  bioregion  sebagaimana  dipaparkan  di  muka,  secara  berkelanjutan  memiliki  prospek  untuk dikembangkan  menjadi ecotourism  dan  bahkan edutourism,  yang  pada  gilirannya  akan  memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan pendapatan daerah.

Pengembangan ekosistem alami  dan buatan di daerah dalam ke arah ecotourism maupun edutourism  dalam konteks  pembangunan  daerah  tentunya  membutuhkan  forum  lokal  yang  mampu menampung dan memfasilitasi  kebutuhan pengguna (stakeholder) yang bekerja secara sinergis untuk tujuan bersama. Pengembangan yang dimaksud hendaknya tetap mengacu pada upaya-upaya peningkatan perekonomian masyarkat.

Tidak ada komentar:

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN KAITANNYA DENGAN AYAT AL-QUR’AN

  PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN KAITANNYA DENGAN AYAT AL-QUR’AN   A.     Pengertian Sungai dan Manfaatnya Sungai adalah...