Lingkungan Dalam Pandangan Islam
A.
Pengertian
Lingkungan Hidup
Menurut
pasal 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, disebutkan: “Lingkungan adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan serta makhluk hidup lainnya. Menurut Otto Soemarwoto, “sifat
lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam factor. Pertama, oleh jenis dan
jumlah masing-masing jenis unsur linkungan hidup tersebut. Kedua, hubungan atau
interaksi antara unsur dalam linkungan hidup itu. Ketiga, kalakuan atau kondisi
unsur lingkungan hidup. Keempat, factor non material suhu, cahaya, dan
kebisingan.
Dari Pasal 1 angaka 1 UU No. 23 Tahun 1997, pengertian
lingkungan hidup dapat dirangkum menjadi unsur-unsur sebagai berikut:
1) Kesatuan
ruangan
Ruang adalah
suatu bagian tempat berbagai komponen lingkungan hidup bisa menempati dan
melakukan proses interaksi di antara berbagai komponen lingkungan hidup
tersebut.
2) Semua
benda
Semua benda
yang digolongkan juga sebagai materi, sehingga materi merupakan segala sesuatu
yang berbeda pada suatu tempat derta pada suatu waktu. Pendapat kuno mengatakan
semua benda terdiri atas empat macam materi asal yaitu api, air, tanah dan
udara.
3) Daya
Daya atau
disebut juga dengan energi atau tenaga merupakan sesuatu yang memberikan
kemampuan untuk menjalankan kerja, atau dengan kata lain energi atau tenaga
adalah kemampuan untuk menjalankan kerja.
4) Keadaan
Keadan
disebut juga sebagai situisi dab kondisi. Keadaan memiliki berbagai ragam yang
satu sama lainnya ada yang membantu berlangsungnya proses kehidupan lingkungan,
ada yang merangsang makhluk hidup untuk melakukan sesuatu, ada juga
justru yang menggagu berprosesnya, interaksi lingkungan dengan baik.
5) Makhluk
Hidup (termasuk manusia dan prilakunya)
Makhluk
hidup merupakan komponen lingkungan hidup yang sangat dominant dalam siklus.
Lingkungan
hidup tidak saja bersifat fisik seperti tanah, udara, air, cuaca dan
sebagainya, namun dapat juga berupa sebagai lingkungan sosial. Lingkungan
sosial meliputi antara lain semua faktor atau kondisi di dalam masyarakat yang
dapat menimbulkan pengaruh atau perubahan sosiologis, misalnya : ekonomi,
politik dan sosial budaya.
Lingkungan
meliputi, yang dinamis (hidup) dan yang statis (mati). Lingkungan dinamis
meliputi wilayah manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Lingkungan statis meliputi
alam yang diciptakan Allah swt, dan industri yang diciptakan manusia. Alam yang
diciptakan Allah, meliputi lingkungan bumi, luar angkasa dan langit, matahari,
bulan dan tumbuh-tumbuhan. Industri ciptaan manusia, meliputi segala apa yang
digali manusia dari sungai-sungai, pohon-pohon yang ditanam, rumah yang
dibangun, peralatan yang dibuat, yang dapat menyusut atau membesar, untuk
tujuan damai atau perang.
B.
Lingkungan Hidup dalam Pandangan
Islam
Terjadinya
kerusakan merupakan akibat dari dosa dan pelanggaran yang dilakukan oleh
manusia sehingga mengakibatkan gangguan keseimbangan di darat dan di laut.
Sebaliknya, ketiadaan keseimbangan itu, mengakibatkan siksaan kepada manusia.
Dalam
Islam telah melarang segala bentuk pengerusakan terhadap alam sekitar, baik
pengerusakan secara langsung maupun tidak langsung. Kaum Muslimin, harus
menjadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Oleh karena
itu, seyogyanya setiap Muslim memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan
hidup. Karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat
manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allâh Azza wa Jalla ini.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena
bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita tempati
ini adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan kita hanya diamanahkan untuk
menempatinya sampai pada batas waktu yang telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan.
Oleh karena itu, manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa
memikirkan akibat yang muncul.
Allah
Azza wa Jalla menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan
sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan
diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allâh
semata. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ٱلَّذِينَ يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
Artinya : (Yaitu) Orang-orang
yang mengingat Allâh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya
Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa neraka.
[Ali Imrân/3:191]
Syariat
Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam jihâd fi
sabîlillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon
tanpa alasan dan keperluan yang jelas.
Kerusakan
alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat dari
perbuatan umat manusia. Allâh Azza wa Jalla menyebutkan firmanNya :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (41) قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ (42)
Artinya: “Telah tampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah
orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS Ar Rum : 41-42)
Allah
menjelaskan dalam ayat ini, bahwa kerusakan yang terjadi di dunia ini, baik
yang ada didarat maupun yang ada dilaut, penyebabnya adalah karena perbuatan
manusia. Misalnya bencana banjir yang sering merenggut banyak nyawa manusia dan
berbagai kerusakan harta, disebabkan oleh karena keserakahan sebagian
manusia yang menebangi hutan tanpa mengindahkan keseimbangan ekosistem yang
ada. Hutan berfungsi sebagai penahan air tanah , jika hutan gundul, maka air
yang ada ditanah tidak dapat ditahan lagi , sehingga terjadilah banjir.
Bencana
demi bencana yang terjadi merupakan peringatan dari Allah atas keserakahan manusia
yang mengeksploitasi alam tanpa menjaga ekosistem yang ada. Hal ini
dimaksudkan oleh Allah SWT, agar mereka menyadari kesalahannya dan segera
kembali kejalan yang benar. Oleh karena itu, hendaknya kita mengambil pelajaran
dari umat-umat nabi dan rasul terdahulu yang dihancurkan oleh Allah SWT karena
mereka ingkar kepada-Nya, dan selalu berbuat kerusakan diatas bumi ini. Manusia
diberi kebebasan oleh Allah SWT untuk memanfaatkan apa yang ada di bumi ini,
asal dengan tetap menjaga kelestarian alam.
Ibnu
Katsîr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid bin Râfi’ berkata, 'Telah
nampak kerusakan,' maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan
paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.”
Mujâhid
rahimahullah mengatakan, “Apabila orang zhâlim berkuasa lalu ia berbuat zhâlim
dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla akan menahan hujan karenanya, hingga
hancurlah persawahan dan anak keturunan. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala
tidak menyukai kerusakan.” Kemudian Mujâhid rahimahullah membacakan ayat di
atas.
Tapi,
apakah kerusakan yang terjadi itu hanya disebabkan perbuatan manusia yang
merusak lingkungan atau mengekplorasi alam semena-mena ataukah juga disebabkan
kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Jawabnya adalah
kedua-duanya.
Ibnu
Katsîr rahimahullah telah menjelaskan dalam tafsirnya: “Makna firman Allâh
(yang artinya) “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan buah-buahan dan tanam-tanaman
disebabkan kemaksiatan. Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa berbuat maksiat
kepada Allâh di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena
kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi
‘Isa turun di akhir zaman, beliau akan berhukum dengan syariat yang suci ini
pada masa tersebut. Beliau akan membunuh babi, mematahkan salib dan menghapus
jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan lain kecuali masuk Islam atau
diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah membinasakan Dajjal dan para
pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka dikatakanlah kepada bumi,
“Keluarkanlah berkahmu.” Maka satu buah delima bisa dimakan oleh sekelompok
besar manusia dan mereka bisa berteduh di bawah naungan kulitnya. Dan susu unta
mampu mencukupi sekumpulan manusia. Semua itu tidak lain disebabkan berkah
penerapan syariat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka setiap kali
keadilan ditegakkan, akan semakin banyaklah berkah dan kebaikan. Karena itulah
disebutkan dalam hadits shahih, yang artinya, "Sesungguhnya apabila
seorang yang jahat mati, niscaya para hamba, kota-kota, pepohonan dan
binatang-binatang melata merasakan ketenangan.”[HR. Bukhari (6512)].
Salah
satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan alam sekitar adalah perintah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang
beliau jadikan sebagai salah satu cabang keimanan, perintah beliau untuk
menanam pohon walaupun esok hari kiamat. Disamping kita telah menjaga kehidupan
manusia di sekitar kita. Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang ?
Dalam
hal ini pemerintah berhak memerintahkan rakyat untuk menanam pohon. al-Qurthubi
berkata dalam tafsirnya, "Bercocok tanam termasuk fardhu kifâyah. Imam
(penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang
semakna dengan itu, seperti menanam pohon.”[Tafsir al-Qurthubi (III/306)].
Salah
satu konsep pelestarian lingkungan dalam Islam adalah perhatian akan
penghijauan dengan cara menanam dan bertani. Nabi Muhammad saw menggolongkan
orang-orang yang menanam pohon sebagai shadaqah. Hal ini diungkapkan secara
tegas dalam hadits Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda : tidaklah seorang
muslim menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan oleh burung, manusia,
ataupun hewan, kecuali baginya dengan tanaman itu adalah sadaqah”. (HR.
al-Bukhari dan Muslim dari Anas).
Pada QS.
al-An’am (6): 99, Allah berfirman ;
وَهُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءً فَأَخْرَجْنَا بِهِۦ نَبَاتَ كُلِّ شَىْءٍ فَأَخْرَجْنَا مِنْهُ خَضِرًا نُّخْرِجُ مِنْهُ حَبًّا مُّتَرَاكِبًا وَمِنَ ٱلنَّخْلِ مِن طَلْعِهَا قِنْوَانٌ دَانِيَةٌ وَجَنَّٰتٍ مِّنْ أَعْنَابٍ وَٱلزَّيْتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُشْتَبِهًا وَغَيْرَ مُتَشَٰبِهٍ ۗ ٱنظُرُوٓا۟ إِلَىٰ ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثْمَرَ وَيَنْعِهِۦٓ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكُمْ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya : Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami
tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari
tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang
menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai
yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan
delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu
pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
beriman.
(QS. al-An’am: 99)
Bahkan
pohon itu akan menjadi asset pahala baginya sesudah mati yang akan terus
mengalirkan pahala baginya.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tujuh perkara yang pahalanya akan
terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya.
(Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali
sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau
meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.[Dishahihkan
oleh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ (3602) dari Anas].
Menebang
pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar areal persawahan
dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak alam yang bisa
mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, kabut asap, pemanasan
global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan
alam bukan hanya karena faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik
dan kemaksiatan juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah
banjir besar yang melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan
penolakan mereka terhadap dakwah Nuh Alaihissallam ? Bukankah bumi dibalikkan
atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas
disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan ?
Sebaliknya,
keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan
bumi.
Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Diantara pengaruh buruk perbuatan maksiat
terhadap bumi adalah banyak terjadi gempa dan longsor di muka bumi serta
terhapusnya berkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati
kampung kaum Tsamûd, beliau melarang mereka (para sahabat) melewati kampung
tersebut kecuali dengan menangis. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga
melarang mereka meminum airnya, menimba sumur-sumurnya, hingga beliau
memerintahkan agar menggunakan air yang mereka bawa untuk mengadon gandum.
Karena maksiat kaum Tsamûd ini telah mempengaruhi air di sana. Sebagaimana
halnya pengaruh dosa yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen buah-buahan.
Imam
Ahmad telah menyebutkan dalam Musnadnya, ia berkata, “Telah ditemukan dalam
gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum yang besarnya seperti sebutir kurma.
Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung yang bertuliskan, “Biji gandum ini
tumbuh pada masa keadilan ditegakkan.”
Kebanyakan
musibah-musibah yang Allâh Azza wa Jalla timpakan atas manusia sekarang ini
disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan.
Apabila
manusia tidak segera kembali kepada agama Allâh Azza wa Jalla , kepada sunnah
Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi musibah. Hujan yang sejatinya,
Allâh turunkan untuk membawa keberkahan dimuka bumi, namun karena ulah manusia
itu sendiri, hujan justru membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah
longsor dan beragam bencana muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di
tempat-tempat yang biasanya tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir !
Tidakkah
manusia mau menyadarinya? Atau manusia terlalu egois memikirkan diri sendiri
tanpa mau menyadari pentingnya menjaga alam sekitar yang bakal kita wariskan
kepada generasi mendatang !?
Allâh
Azza wa Jalla memberi manusia tanggung jawab untuk memakmurkan bumi ini,
mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Dan Allâh Subhanahu
wa Ta’ala akan menuntut tanggung jawab itu di akhirat kelak.
Oleh
karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya
menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mereka punya kewajiban untuk melestarikan
alam semesta. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًا ۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ ﴿الأعراف :۵۶
وَهُوَ الَّذِيْ يُرْسِلُ الرِّيٰحَ بُشْرًاۢ بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهٖ ۗ حَتّٰٓى اِذَآ اَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنٰهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَاَنْزَلْنَا بِهِ الْمَاۤءَ فَاَخْرَجْنَا بِهٖ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ ۗ كَذٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتٰى لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ﴿الأعراف : ۵۷
وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهٗ بِاِذْنِ رَبِّهٖ ۚ وَالَّذِيْ خَبُثَ لَا يَخْرُجُ اِلَّا نَكِدًا ۗ كَذٰلِكَ نُصَرِّفُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّشْكُرُوْنَ ࣖ ﴿الأعراف : ۵۸
Artinya: “Dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepadanya
dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan
Dia-lah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan
rahma-Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, kami
halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Maka
kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti
itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu
mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya tumbuh dengan seizin
Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana.
Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang
bersyukur.” (QS Al A’raf :
56-58)
Bumi
sebagai tempat tinggal dan tempat hidup manusia dan makhluk Allah lainnya sudah
dijadikan Allah dengan penuh rahmat Nya. Gunung-gunung, lembah-lembah,
sungai-sungai, lautan, daratan dan lain-lain semua itu diciptakan Allah untuk diolah
dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia, bukan sebaliknya dirusak
dan dibinasakan.
Hanya
saja ada sebagian kaum yang berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka tidak hanya
merusak sesuatu yang berupa materi atau benda saja, melainkan juga berupa
sikap, perbuatan tercela atau maksiat serta perbuatan jahiliyah lainnya. Akan
tetapi, untuk menutupi keburukan tersebut sering kali merka menganggap diri
mereka sebagai kaum yang melakukan perbaikan di muka bumi, padahal justru
merekalah yang berbuat kerusakan di muka bumi
Allah
SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan dimuka bumi karena Dia telah
menjadikan manusia sebagai khalifahnya. Larangan berbuat kerusakan ini mencakup
semua bidang, termasuk dalam hal muamalah, seperti mengganggu penghidupan dan
sumber-sumber penghidupan orang lain (lihat QS Al Qasas : 4).
Allah
menegasakan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan kepada hambanya
ialah Dia menggerakkan angin sebagai tanda kedatangan rahmat Nya. Angin yang
membawa awan tebal, di halau ke negeri yang kering dan telah rusak tanamannya
karena tidak ada air, sumur yang menjadi kering karena tidak ada hujan, dan
kepada penduduk yang menderita lapar dan haus. Lalu dia menurunkan hujan yang
lebat di negeri itu sehingga negeri yang hampir mati tersebut menajdi subur
kembali dan penuh berisi air. Dengan demikian, dia telah menghidupkan penduduk
tersebut dengan penuh kecukupan dan hasil tanaman-tanaman yang berlimpah ruah.
Dalam
ayat lain Allâh Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan tentang siklus hidrologi yang
menjadi salah satu elemen terpenting bagi kelangsungan kehidupan makhluk di
muka bumi.
Allâh
Azza wa Jalla berfirman:
اَللّٰهُ الَّذِيْ يُرْسِلُ الرِّيٰحَ فَتُثِيْرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهٗ فِى السَّمَاۤءِ كَيْفَ يَشَاۤءُ وَيَجْعَلُهٗ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلٰلِهٖ ۚ فَاِذَآ اَصَابَ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖٓ اِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُوْنَ ۚ ﴿الروم : ۴۸
Artinya : Allah, Dialah yang
mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allâh membentangkannya di
langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu
kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun
mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.
[ar-Rûm/30:48].
Begitulah
proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability)
bumi. Proses ini dikenal sebagai siklus hidrologi, mencakup proses evaporasi,
kondensasi, hujan dan aliran air ke sungai, danau dan laut.
Kewajiban
ini kita laksanakan dengan menjalankan syariat Allâh Azza wa Jalla di muka
bumi, memakmurkannya dengan tauhid dan sunnah. Sembari terus menumbuhkan
kesadaran bahwa kita tidak sendiri hidup di muka bumi. Ada makhluk-makhluk
Allâh Subhanahu wa Ta’alaainnya selain kita di sekitar kita.
Dan
juga dengan menjauhi kekafiran, syirik dan maksiat. Karena dosa dan maksiat
akan mendorong manusia untuk merusak dan mengotori alam ini dengan noda-noda
maksiat mereka. Mereka inilah inilah yang sebenarnya tidak memahami tujuan
penciptaan alam semesta ini.
C.
Kesimpulan
Berdasar uraian
di atas maka disimpulkan bahwa masalah pelestarian lingkungan hidup terungkap
dalam beberapa hadis sebagai perintah bagi manusia agar menjaga dan atau
memelihara lingkungan mereka dengan baik (ihsān).
Al-Qur’an
sebagai pedoman, bukan hanya petunjuk dalam arti metafisis-eskatologis,
tetapi juga menyangkut masalah-masalah praktis kehidupan manusia di alam dunia
sekarang ini, termasuk di dalamnya, patokan-patokan dasar tentang bagaimana
manusia menyantuni alam semesta dan melestarikan lingkungan sekitarnya. Oleh
karena itu, energi pada setiap makhluk hidup dibutuhkan oleh makhluk hidup yang
lain, yang menyebabkan terjadinya kelangsungan hidup. Dalam Islam saling
keterkaitan ini merupakan salah satu tujuan penciptaan Allah. Sebab Allah
menciptakan sesuatu dengan tidak sia-sia.
Berdasar
pada rumusan kesimpula di atas, maka dapat diimplikasikan bahwa persepsi ayat-ayat
Al-Qur’an maupun hadis tentang lingkungan merupakan isyarat tentang adanya
keteraturan yang harus dijaga oleh setiap makhluk hidup dalam satu sistem, dan
apabila sistem itu terganggu menyebabkan porak-porandanya makhluk hidup yang
kokoh dan tergantung pada ekosistem.